Sunday, 6 December 2009

SEJARAH-SUNDA

1. SALAKANAGARA (130 M - 362 M)

Rajatapura atau Salakanagara (kota Perak), yang disebut Argyre oleh Ptolemeus dalam tahun 150 M. Kota ini sampai tahun 362 menjadi pusat pemerintahan Sekarang wilayah Banten, Cihunjuran, Citaman, Pulosari dan Ujung Kulon
-/+100 M RAJA AJI TIREM LUHUR MULYA (AKI TIREM)

RAJA AJI TIREM LUHUR MULYA(Aki Tirem bin Ki Srengga bin Nyai Sariti Warawiri binti Sang Aki Bajulpakel(di Swarnabumi selatan) bin Aki Dungkul bin Ki Pawang Sawer bin Datuk Pawang Marga(di Swarnabumi Utara) bin Ki Bagang bin Datuk Waling bin Datuk Banda (di Langkasuka) bin Nesan .).

di kawasan sekitar Selat Sunda, yaitu di wilayah Banten ,. Kapal-kapal perang dan perampok bajak-laut Cina dan India itu dihancurkan oleh angkatan bersenjata kerajaan Salaka atas perintah Raja Aki Tirem atau Aji Tirem Luhur Mulya.
Dalam catatan negeri Cina diberitakan: adanya negeri dan raja Ye Tiao dan Tiao Pien (= Aji Tirem dan negeri Tirem); Ko Ying (= kota-perak = Salakanagara); Teluk Weh (weh = teluk atau perairan = way = Teluk atau Selat Sunda sekarang); Pu Lei (=pulau merapi = gunung Krakatau sekarang).
Kemudian pada tahun 130 M. Raja Salaka Aki Tirem mengirimkan utusan dagangnya ke negeri Cina.
Beliau juga mengangkat menantu Pangeran dari Pallawa/Bharata(India) yaitu Dewawarman untuk menikah dengan Dewi Pwahaci Larasati , Putri Prabu Aji Tirem Luhur Mulya. Untuk lebih kuat menghadapi para Bajak Laut.
130-168 M DEWAWARMAN I PRABU DARMALOKAPALA AJI RAKSA GAPURA SAGARA berasal dari Bharata (India)
168-195 M DEWAWARMAN II PRABU DIGWIJAYAKASA DEWAWARMANPUTRA Putera tertua Dewawarman I
195-238 M DEWAWARMAN III PRABU SINGASAGARA BIMAYASAWIRYA Putera Dewawarman II
Jaman Akhir Dinasti Han Th.206 SM – 220 M.Kapal-kapal perang dan perampok bajak-laut Cina dan India datang menjarah dan merampok ke negeri Salaka
238-252 M DEWAWARMAN IV Menantu Dewawarman II, Raja Ujung Kulon
252-276 M DEWAWARMAN V MENANTU Dewawarman IV
195-238 M DEWAWARMAN III PRABU SINGASAGARA BIMAYASAWIRYA
276-289 M MAHISASURAMARDINI WARMANDEWI Puteri tertua Dewawarman IV & isteri Dewawarman V, karena Dewawarman V gugur melawan bajak laut,
289-308 M DEWAWARMAN VI SANG MOKTENG SAMUDERA Putera tertua Dewawarman V
308-340 M DEWAWARMAN VII PRABU BIMA DIGWIJAYA SATYAGANAPATI Putera tertua Dewawarman VI
340-348 M SPHATIKARNAWA WARMANDEWI Puteri sulung Dewawarman VII
348-362 M DEWAWARMAN VIII PRABU DARMAWIRYA DEWAWARMAN Cucu Dewawarman VI yang menikahi Sphatikarnawa, raja terakhir Salakanagara
Mulai 362 M DEWAWARMAN IX Salakanagara telah menjadi kerajaan bawahan Tarumanagara

Ketika pusat pemerintahan beralih dari Rajatapura ke Tarumangara, maka Salakanagara berubah status menjadi kerajaan daerah bawahan Tarumanegara.

2. TARUMANEGARA (358 M)

1. Jayasingawarman pendiri Tarumanagara adalah menantu Raja Dewawarman VIII. Ia sendiri seorang Maharesi dari Salankayana di India yang mengungsi ke Nusantara karena daerahnya diserang dan ditaklukkan Maharaja Samudragupta dari Kerajaan Magada

Kerajaan Taruma didirikan Rajadirajaguru Jayasingawarman dalam tahun 358 M. Ia wafat tahun 382 dan dipusarakan di tepi kali Gomati (Bekasi).

2. Dharmayawarman (382 - 395 M) yang setelah wafat dipusarakan di tepi kali Candrabaga.

3. Purnawarman (395 - 434 M) adalah raja Tarumanagara yang ketiga ). Ia membangun ibukota kerajaan baru dalam tahun 397 yang terletak lebih dekat ke pantai dan dinamainya "Sundapura".
 Kampung Muara tempat prasasti Ciaruteun dan Telapak Gajah ditemukan, dahulu merupakan sebuah "kota pelabuhan sungai" yang bandarnya terletak di tepi pertemuan Cisadane dengan Cianten. Sampai abad ke-19 jalur sungai itu masih digunakan untuk angkutan hasil perkebunan kopi. Sekarang masih digunakan oleh pedagang bambu untuk mengangkut barang dagangannya ke daerah hilir.

4 Wisnuwarman 434-455
5 Indrawarman 455-515

Pustaka Jawadwipa, parwa I, sarga 1 (halaman 80 dan 81) memberikan keterangan bahwa dalam masa pemerintahan

6. Candrawarman (515-535 M), ayah Suryawarman, banyak penguasa daerah yang menerima kembali kekuasaan pemerintahan atas daerahnya sebagai hadiah atas kesetiaannya terhadap Tarumanagara.
Prasasti Pasir Muara yang menyebutkan peristiwa pengembalian pemerintahan kepada Raja Sunda itu dibuat tahun 536 M.

7. Suryawarman (535 - 561 M)
8. Kertawarman 561-628
9. Sudhawarman 628-639
10. Hariwangsawarman 639-640
11. Nagajayawarman 640-666

12. Linggawarman 666-669, raja Tarumanagara terakhir, digantikan menantunya, Tarusbawa. Linggawarman sendiri mempunyai dua orang puteri, yang sulung bernama Manasih menjadi istri Tarusbawa dan yang kedua bernama Sobakancana menjadi isteri Dapuntahyang Sri Jayanasa pendiri Kerajaan Sriwijaya.

3. KERAJAAN GALUH (612 M)

Manikmaya, menantu Suryawarman, mendirikan kerajaan baru di Kendan, daerah Nagreg antara Bandung dan Limbangan, Garut. Putera tokoh Manikmaya ini tinggal bersama kakeknya di ibukota Tarumangara dan kemudian menjadi Panglima Angkatan Perang Tarumanagara. Perkembangan daerah timur menjadi lebih berkembang ketika cicit Manikmaya (Wretikandayun)mendirikan Kerajaan Galuh dalam tahun 612 M.

Mandiminyak, raja Galuh kedua (702-709 M). diganti Bratasenawa alis Sena (709 - 716 M), Raja Galuh ketiga. Wretikandayun menuntut kepada Tarusbawa supaya bekas kawasan Tarumanagara dipecah dua. Dalam posisi lemah dan ingin menghindarkan perang saudara, Tarusbawa menerima tuntutan Galuh. Dalam tahun 670 M Kawasan Tarumanagara dipecah menjadi dua kerajaan, yaitu: Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh dengan Citarum sebagai batas.

Rakeyan Jamri. Sebagai penguasa Kerajaan Sunda ia dikenal dengan nama Prabu Harisdarma dan kemudian setelah menguasai Kerajaan Galuh ia lebih dikenal dengan Sanjaya. Persahabatan dengan Bratasenawa ini pula yang mendorong Tarusbawa mengambil Sanjaya menjadi menantunya.

Bratasenawa digulingkan dari tahta Galuh oleh Purbasora dalam tahun 716 M. dengan bantuan pasukan dari mertuanya, Raja Indraprahasta, sebuah kerjaan di daerah Cirebon sekarang. Purbasora adalah cucu Wretikandayun dari putera sulungnya, Batara Danghyang Gurusempakwaja, pendiri kerajaan Galunggung. Sedangkan Sena adalah cucu Wretikandayun dari putera bungsunya, Mandiminyak

Sebenarnya Purbasora dan Bratasenawa adalah saudara satu ibu karena hubungan gelap antara Mandiminyak dengan istri Sempakwaja. Tokoh Sempakwaja tidak dapat menggantikan kedudukan ayahnya menjadi Raja Galuh karena ompong. Sementara, seorang raja tak boleh memiliki cacat jasmani. Karena itulah, adiknya yang bungsu yang mewarisi tahta Galuh dari Wretikandayun. Tapi, putera Sempakwaja merasa tetap berhak atas tahta Galuh. Lagipula asal-usul Raja Sena yang kurang baik telah menambah hasrat Purbasora untuk merebut tahta Galuh dari Sena

Sanjaya, anak Bratasenawa, berniat menuntut balas terhadap keluarga Pubasora. Untuk itu ia meminta bantuan Tarusbawa, sahabat Sena. Hasratnya dilaksanakan setelah menjadi Raja Sunda yang memerintah atas nama isterinya.

Sebelum itu ia telah menyiapkan pasukan khusus di daerah Gunung Sawal atas bantuan Rabuyut Sawal, yang juga sahabat baik Sena. Pasukan khusus ini langsung dipimpin Sanjaya, sedangkan pasukan Sunda dipimpin Patih Anggada. Serangan dilakukan malam hari dengan diam-diam dan mendadak. Seluruh keluarga Purbasora gugur. Yang berhasil meloloskan diri hanyalah menantu Purbasora, yang menjadi Patih Galuh bernama Bimaraksa yang lebih dikenal dengan Ki Balangantrang, bersama segelintir pasukan.

Sebagai ahli waris Kalingga, Sanjaya kemudian menjadi penguasa Kalingga Utara (Jawa Tengah) yang disebut Bumi Mataram dalam tahun 732 M. Kekuasaan di Jawa Barat diserahkannya kepada puteranya dari Tejakencana, Tamperan atau Rakeyan Panaraban (732 - 739 M). Ia adalah kakak seayah Rakai Panangkaran, putera Sanjaya dari Sudiwara puteri Dewasinga Raja Kalingga Selatan atau Bumi Sambara.

Sementara itu Manarah alias Ciung Wanara secara diam-diam menyiapkan rencana perebutan tahta Galuh dengan bimbingan buyutnya, Ki Balangantrang, di Geger Sunten. Rupanya Tamperan lalai mengawasi anak tirinya ini yang ia perlakukan seperti anak sendiri.

Penyerbuan ke Galuh dilakukan sianghari bertepatan dengan pesta sabung ayam. Semua pembesar kerajaan hadir, termasuk Banga. Manarah bersama anggota pasukannya hadir dalam gelanggang sebagai penyabung ayam. Balangantrang memimpin pasukan Geger Sunten menyerang keraton.

Berita kematian Tamperan didengar oleh Sanjaya yang ketika itu memerintah di Medang yang kemudian dengan pasukan besar menyerang purasaba Galuh.Perang besar sesama keturunan Wretikandayun itu akhirnya bisa dilerai oleh Rajaresi Demunawan (lahir 646 M, ketika itu berusia 93 tahun). Dalam perundingan di keraton Galuh dicapai kesepakatan: Galuh diserahkan kepada Manarah dan Sunda kepada Banga.

Untuk memperteguh perjanjian, Manarah dan Banga dijodohkan dengan kedua cicit Demunawan. Manarah sebagai penguasa Galuh bergelar Prabu Jayaprakosa Mandaleswara Salakabuana memperistri Kancanawangi. Banga sebagai Raja Sunda bergelar Prabu Kretabuana Yasawiguna Aji Mulya dan berjodoh dengan Kancanasari, adik Kancanawangi.

Keturunan Manarah putus hanya sampai cicitnya yang bernama Prabulinggabumi (813 - 852). Tahta Galuh diserahkan kepada suami adiknya yaitu Rakeyan Wuwus alias Prabu Gajah Kulon (819 - 891), cicit Banga yang menjadi Raja Sunda ke-8 (dihitung dari Tarusbawa). Sejak tahun 852 M kedua kerajaan pecahan Tarumanagara itu diperintah oleh keturunan Banga sebagai akibat perkawinan di antara para kerabat keraton, tahta Galuh jatuh kepada keturunan Banga, yaitu Rakeyan Wuwus yang beristrikan puteri keturunan Galuh.

Sebaliknya adik perempuan Rakeyan Wuwus menikah dengan putera Galuh yang kemudian menggantikan kedudukan iparnya sebagai Raja Sunda IX dengan gelar Prabu Darmaraksa Buana(891 - 895)

4. KERAJAAN SUNDA (669 M)

Tarusbawa yang berasal dari Kerajaan Sunda Sambawa menggantikan mertuanya menjadi penguasa Tarumanagara yang ke-13. Karena pamor Tarumanagara pada zamannya sudah sangat menurun, ia ingin mengembalikan keharuman jaman Purnawarman yang berkedudukan di purasaba (ibukota) Sundapura. Dalam tahun 670 M, ia mengganti nama Tarumanagara menjadi Kerajaan Sunda. Peristiwa ini dijadikan alasan oleh Wretikandayun, pendiri Kerajaan Galuh, untuk memisahkan negaranya dari kekuasaan Tarusbawa

Maharaja Tarusbawa kemudian mendirikan ibukota kerajaan yang baru, di daerah pedalaman dekat hulu Cipakancilan. Dalam cerita Parahiyangan, tokoh Tarusbawa ini hanya disebut dengan gelarnya: Tohaan di Sunda (Raja Sunda). Ia menjadi cakalbakal raja-raja Sunda dan memerintah sampai tahun 723 M.

 1. Maharaja Tarusbawa (669 - 723 M)
2. Sanjaya Harisdarma, cucu-menantu no. 1,(723-732 M).
3. Tamperan Barmawijaya (732-739 M).
4. Rakeyan Banga (739-766 M).
5. Rakeyan Medang Prabu Hulukujang (766-783 M).
6. Prabu Gilingwesi, menantu no. 5,(783-795 M).
7. Pucukbumi Darmeswara, menantu no. 6, (795-819 M).
8. Prabu Gajah Kulon Rakeyan Wuwus (819-891 M).
9. Prabu Darmaraksa (adik-ipar no. 8, 891 - 895 M).
10.Windusakti Prabu Dewageng (895 - 913 M).
11.Rakeyan Kemuning Gading Prabu Pucukwesi (913-916 M).
12.Rakeyan Jayagiri Prabu Wanayasa, menantu no. 11, (916-942 M).
13.Prabu Resi Atmayadarma Hariwangsa (942-954 M).
14.Limbur Kancana,putera no. 11,(954-964 M).
15.Prabu Munding Ganawirya (964-973 M).
16.Prabu Jayagiri Rakeyan Wulung Gadung (973 - 989 M).
17.Prabu Brajawisesa (989-1012 M).
18.Prabu Dewa Sanghyang (1012-1019M).
19.Prabu Sanghyang Ageng (1019 - 1030 M). di Galuh
20.Prabu Detya Maharaja Sri Jayabupati (1030 M - 1042 M ) di Pakuan
21. Dharmaraja (1042-1064), lalu ke cucu menantunya,
22. Prabhu Langlangbhumi ((1064-1154). Prabu Langlangbhumi dilanjutkan oleh putranya,
23. Rakryan Jayagiri (1154-1156), lantas oleh cucunya,
24. Prabhu Dharmakusuma (1156-1175)

5.KERAJAAN GALUH PAKUAN

Prabu Guru Darmasiksa (1175 - 1297) Putra Prabhu Dharmakusuma, mula-mula berkedudukan di Saunggalah, kemudian pindah ke Pakuan oleh Puteranya, Prabu Ragasuci

Prabu Ragasuci (1297 - 1303), berkedudukan di Saunggalah

Prabu Darmasiksa Sanghyang Wisnu (1175 - 1297) memerintah pakuan berputera Rakeyan Jayadarma dan Ragasuci.putera mahkota dijabat Rakeyan Jayadarma.

Prabu Darmasiksa kemudian menunjuk Prabu Ragasuci (1297-1303).
.ia tetap memilih Saunggalah sebagai pusat pemerintahan karena ia sendiri sebelumnya telah lama berkedudukan sebagai raja di timur. Tetapi pada masa pemerintahan puteranya Prabu Citraganda (Sang Mokténg Tanjung, (1303 - 1311), sekali lagi Pakuan menjadi pusat pemerintahan.

Prabu Lingga Dewata(1311-1333), putera Cit
raganda, mungkin berkedudukan di Kawali.

Yang pasti, menantunya, Prabu Ajiguna Wisesa (1333-1340) sudah berkedudukan di Kawali dan sampai tahun 1482 pusat pemerintahan tetap berada di sana. Bisa disebut bahwa tahun 1333-1482 adalah Jaman Kawali dalam sejarah pemerintahan di Jawa Barat dan mengenal lima orang raja

Prabu Ragamulya Luhurprabawa (1340-1350)

. Prabu Maharaja Linggabuanawisésa yang gugur di medan Bubat dalam tahun 1357.

Prabu Raja Wastu atau Niskala Wastu Kancana Ketika terjadi Pasunda Bubat, usia Wastu Kancana baru 9 tahun dan ia adalah satu-satunya ahli waris kerajaan yang hidup karena ketiga kakaknya meninggal. Pemerintahan kemudian diwakili oleh pamannya Mangkubumi Suradipati atau Prabu Bunisora (ada juga yang menyebut Prabu Kuda Lalean, sedangkan dalam Babad Panjalu disebut Prabu Borosngora. Selain itu ia pun dijuluki Batara Guru di Jampang karena ia menjadi pertapa dan resi yang ulung).

Wastu Kancana dinobatkan menjadi raja pada tahun 1371 pada usia 23 tahun. Permaisurinya yang pertama adalah Lara Sarkati puteri Lampung. Dari perkawinan ini lahir Sang Haliwungan, yang setelah dinobatkan menjadi Raja Sunda bergelar Prabu Susuktunggal. Permaisuri yang kedua adalah Mayangsari puteri sulung Bunisora atau Mangkubumi Suradipati. Dari perkawinannya dengan Mayangsari lahir Ningrat Kancana, yang setelah menjadi penguasa Galuh bergelar Prabu Dewa Niskala.kerajaan dipecah dua diantara Susuktunggal dan Dewa Niskala dalam kedudukan sederajat.

6. PAJAJARAN (1482 M)

Sri Baduga Maharaja(Jayadewata), putera Prabu Dewa Niskala, mula-mula memperistri Ambetkasih, puteri Ki Gedeng Sindangkasih, kemudian memperistri Subanglarang. Yang terakhir ini adalah puteri Ki Gedeng Tapa yang menjadi Raja Singapura.Putri ini lulusan pesantren Pondok Quro di Pura, Karawang. Ia seorang wanita muslim murid Syekh Hasanudin yang menganut Mazhab Hanafi.

Prabu Dewa Niskala menyerahkan Tahta Kerajaan Galuh kepada puteranya Jayadewata. Demikian pula dengan Prabu Susuktungal yang menyerahkan Tahta Kerajaan Sunda kepada menantunya ini (Jayadewata).Dengan peristiwa yang terjadi tahun 1482 itu, kerajaan warisan Wastu Kencana berada kembali dalam satu tangan

Di kemudian hari di Jawa Barat Sri Baduga ini lebih dikenal dengan nama Prabu Siliwangi.dalam naskah Wangsakerta pun mengungkapkan bahwa Siliwangi bukan nama pribadi, ia menulis:

"Kawalya ta wwang Sunda lawan ika wwang Carbon mwang sakweh ira wwang Jawa Kulwan anyebuta Prabhu Siliwangi raja Pajajaran. Dadyeka dudu ngaran swaraga nira".

(Hanya orang Sunda dan orang Cirebon serta semua orang Jawa Barat yang menyebut Prabu Siliwangi raja Pajajaran. Jadi nama itu bukan nama pribadinya).

Menurut sumber Portugis, di seluruh kerajaan, Pajajaran memiliki kira-kira 100.000 prajurit. Raja sendiri memiliki pasukan gajah sebanyak 40 ekor. Di laut, Pajajaran hanya memiliki enam (6) buah jung ukuran 150 ton dan beberaa lankaras (?) untuk kepentingan perdagangan antar-pulaunya (saat itu perdagangan kuda jenis Pariaman mencapai 4000 ekor/tahun)].

Tome Pires ikut mencatat kemajuan jaman Sri Baduga dengan komentar "The Kingdom of Sunda is justly governed; they are true men" (Kerajaan Sunda diperintah dengan adil; mereka adalah orang-orang jujur). Juga diberitakan kegiatan perdagangan Sunda dengan Malaka sampai ke kepulauan Maladewa (Maladiven). Jumlah merica bisa mencapai 1000 bahar (1 bahar = 3 pikul) setahun, bahkan hasil tammarin (asem) dikatakannya cukup untuk mengisi muatan 1000 kapal.
Cakrabuana) dan menjadi raja merdeka di Pajajaran di Bumi Sunda (Jawa Barat)]

Ketika itu Sri Baduga baru saja menempati istana Sang Bhima (sebelumnya di Surawisesa). Kemudian diberitakan, bahwa pasukan Angkatan Laut Demak yang kuat berada di Pelabuhan Cirebon untuk menjada kemungkinan datangnya serangan Pajajaran.

Tumenggung Jagabaya beserta 60 anggota pasukannya yang dikirimkan dari Pakuan ke Cirebon, tidak mengetahui kehadiran pasukan Demak di sana. Jagabaya tak berdaya menghadapi pasukan gabungan Cirebon-Demak yang jumlahnya sangat besar. Akhirnya Jagabaya menghamba dan masuk Islam.

bahwa pada tanggal 12 bagian terang bulan Caitra tahun 1404 Saka, Syarif Hidayat menghentikan pengiriman upeti yang seharusnya di bawa setiap tahun ke Pakuan Pajajaran. [Syarif Hidayat masih cucu Sri Baduga dari Lara Santang. Ia dijadikan raja oleh uanya (Pangeran Cakrabuana) dan menjadi raja merdeka di Pajajaran di Bumi Sunda (Jawa Barat)]

Surawisesa (1521 - 1535)

Pengganti Sri Baduga Maharaja adalah Surawisesa (puteranya dari Mayang Sunda dan juga cucu Prabu Susuktunggal). Ia dipuji oleh Carita Parahiyangan dengan sebutan "kasuran" (perwira), "kadiran" (perkasa) dan "kuwanen" (pemberani). Selama 14 tahun memerintah ia melakukan 15 kali pertempuran. Pujian penulis Carita Parahiyangan memang berkaitan dengan hal ini.

Nagara Kretabhumi I/2 dan sumber Portugis mengisahkan bahwa Surawisesa pernah diutus ayahnya menghubungi Alfonso d'Albuquerque (Laksamana Bungker) di Malaka. Ia pergi ke Malaka dua kali (1512 dan 1521). Hasil kunjungan pertama adalah kunjungan penjajakan pihak Portugis pada tahun 1513 yang diikuti oleh Tome Pires, sedangkan hasil kunjungan yang kedua adalah kedatangan utusan Portugis yang dipimpin oleh Hendrik de Leme (ipar Alfonso) ke Ibukota Pakuan. Dalam kunjungan itu disepakati persetujuan antara Pajajaran dan Portugis mengenai perdagangan dan keamanan.

Ratu Dewata (1535 - 1534)

Surawisesa digantikan oleh puteranya, Ratu Dewata. Berbeda dengan Surawisesa yang dikenal sebagai panglima perang yang perwira, perkasa dan pemberani, Ratu Dewata sangat alim dan taat kepada agama. Ia melakukan upacara sunatan (adat khitan pra-Islam) dan melakukan tapa pwah-susu, hanya makan buah-buahan dan minum susu. Menurut istilah kiwari vegetarian

Ratu Sakti (1543 - 1551)

Raja Pajajaran keempat adalah Ratu Sakti. Untuk mengatasi keadaan yang ditinggalkan Ratu Dewata yang bertindak serba alim, ia bersikap keras bahkan akhirnya kejam dan lalim. Dengan pendek Carita Parahiyangan melukiskan raja ini. Banyak rakyat dihukum mati tanpa diteliti lebih dahulu salah tidaknya. Harta benda rakyat dirampas untuk kepentingan keraton tanpa rasa malu sama sekali.

5. Ratu Nilakendra (1551 - 1567)

Nilakendra atau Tohaan di Majaya naik tahta sebagai penguasa Pajajaran yang kelima. Pada saat itu situasi kenegaraan telah tidak menentu dan frustasi telah melanda segala lapisan masyarakat. Carita Parahiyangan memberitakan sikap petani "Wong huma darpa mamangan, tan igar yan tan pepelakan" (Petani menjadi serakah akan makanan, tidak merasa senang bila tidak bertanam sesuatu). Ini merupakan berita tidak langsung, bahwa kelaparan telah berjangkit.

. Seringkali, untuk mempercepat keadaan tidak sadar itu, digunakan minuman keras yang didahului dengan pesta pora makanan enak.

"Lawasnya ratu kampa kalayan pangan, tatan agama gyan kewaliya mamangan sadrasa nu surup ka sangkan beuanghar"

(Karena terlalu lama raja tergoda oleh makanan, tiada ilmu yang disenanginya kecuali perihal makanan lezat yang layak dengan tingkat kekayaan).

Selain itu, Nilakendra malah memperindah keraton, membangun taman dengan jalur-jalur berbatu ("dibalay") mengapit gerbang larangan. Kemudian membangun "rumah keramat" (bale bobot) sebanyak 17 baris yang ditulisi bermacam-macam kisah dengan emas.

Raga Mulya alias Prabu Suryakancana (1567 - 1579)

Raja Pajajaran yang terakhir adalah Nusya Mulya (menurut Carita Parahiyangan). Dalam naskah-naskah Wangsakerta ia disebut Raga Mulya alias Prabu Suryakancana. Raja ini tidak berkedudukan di Pakuan, tetapi di Pulasari, Pandeglang. Oleh karena itu, ia disebut Pucuk Umun (=Panembahan) Pulasari. [Mungkin raja ini berkedudukan di Kaduhejo, Kecamatan Menes pada lereng Gunung Palasari].

Menurut Pustaka Nusantara III/1 dan Kretabhumi I/2 :

"Pajajaran sirna ing ekadaca cuklapaksa Weshakamasa sewu limang atus punjul siki ikang Cakakala"

(Pajajaran lenyap pada tanggal 11 bagian terang bulan Wesaka tahun 1501 Saka). Kira-kira jatuh pada tanggal 8 Mei 1579 M.

Sejarah Banten memberitakan keberangkatan pasukan Banten ketika akan melakukan penyerangan ke Pakuan dalam pupuh Kinanti (artinya saja):

"Waktu keberangkatan itu terjadi bulan Muharam tepat pada awal bulan hari Ahad tahun Alif inilah tahun Sakanya satu lima kosong satu".

(Berdasar Naskah Wangsakerta)
Download Naskah Wangsakerta

Download  Transliterator Aksara Sunda


 >>link aksara-SUNDA dan Nusantara qwerty-ansi
_____________________________________________

Kitab Radyaradya Nusantara - Wangsakerta

Baju-perang-jawa-sunda.
Surat-surat-Kesultanan-banten
Jawara Banten
Download buku siswa kurikulum 2013
Sejarah Jawa



No comments:

Post a Comment