Wednesday, 7 April 2010

Prasasti Nusantara






Prasasti Nusantara



Indonesia kuno, atau dahulu dikenal dengan nama Nusantara dahulu pernah ada berbagai peradaban dari Kerajaan-kerajaan kuno yang tercatat dalam berbagai prasasti.
Prasasti tersebut adalah bukti primer yang paling valid tentang keberadaan kerajaan-kerajan di Nusantara di masa lalu. Prasasti adalah sumber sejarah yang asli yang elum tercampur dengan dongeng. Walaupun dongeng rakyat juga dalam berbagai sejarah dunia juga dipakai sebagai sumber sejarah, tetapi validitas prasasti tidak mungkin dikalahkan. Karena prasasti memiliki berbagai keontetikan dari misalnya cara berpikir penulisnya, siapa penulisnya, kejadian apa yang ditulis sampai bahasa dan gaya bahasa apa yang dipakai , itu semua bisa jadi bukti otentik gambaran peradaban masa itu.



 Prasasti Indonesia tertua kebanyakan menggunakan aksara Pallava dari India selatan dan yang kemudian sangat banyak sekali menggunakan aksara Kawi atau Jawa kuno.





Prasasti Nusantara



Indonesia kuno, atau dahulu dikenal dengan nama Nusantara dahulu pernah ada berbagai peradaban dari Kerajaan-kerajaan kuno yang tercatat dalam berbagai prasasti.
Prasasti tersebut adalah bukti primer yang paling valid tentang keberadaan kerajaan-kerajan di Nusantara di masa lalu. Prasasti adalah sumber sejarah yang asli yang elum tercampur dengan dongeng. Walaupun dongeng rakyat juga dalam berbagai sejarah dunia juga dipakai sebagai sumber sejarah, tetapi validitas prasasti tidak mungkin dikalahkan. Karena prasasti memiliki berbagai keontetikan dari misalnya cara berpikir penulisnya, siapa penulisnya, kejadian apa yang ditulis sampai bahasa dan gaya bahasa apa yang dipakai , itu semua bisa jadi bukti otentik gambaran peradaban masa itu.
Prasasti Indonesia tertua kebanyakan menggunakan aksara Pallava dari India selatan dan yang kemudian sangat banyak sekali menggunakan aksara Kawi atau Jawa kuno.






KUTAI

Naskah Prasasti A

1.Rimatah RiNarendrasya
2.Kudunggasya Mahatmanah
3.Putro Vavarmmo Vikhyatah
4.Vanakartta Yathhanuman
5.Tasya Putra Mahatmanah
6.Trayas=Traya Ivagnayah
7.Tesan=Trayanam=Pravarah
8.TopoBalaDamanvitah
9.RiMulawarman Rajendro
10.Yastva Bahusuvarnnakam
11.Tasya Yatnasya Yupo Yam
12.Duijendrais=samprakalpitah

terjemahan prasasti A

sang Raja manusia tersohor, Kudungga yang agung mempunyai seorang Putra terkenal Aswawarman (namanya) yang sebagaimana halnya Amuman, merupakan sang pendiri dinasti yang mulia. Dia mempunyai tiga putra terkenal mirip dengan tiga api suci. Diantara ketiga putranya yang paling terkemuka dan terkenal kerena ketegasanya, kekuatan dan kesabaran adalah Mulawarman. Mahar Raja telah mempersembahkan kurban Bahu Suwarnakam. Untuk upacara kurban itulah batu peringatan ini didirikan oleh ketua dikalangan orang-orang yang mengalami kelahiran kedua.

Naskah Prasasti B

1.Crimato Ncamukhyasya
2.Rajnah RiMulavarmanah
3.Danam Punyatame Ksetre
4.Yad=Dattam=Vaprakevare
5.Dvijatibhyo Gnikal Pebhyah
6.Vunatir=Ngosahasrikam
7.Tasya punyasya Yupo Yam
8.Krto iprair=Ihagatasi

Terjemahan Prasasti B

Ketika Raja yang tersohor dan terkenal Mulawarman memberikan hadiah seribu ekor lembu dan sebatang pohon kepada sang Brahmana yang menyerupai api pengorbanan ditempat yang paling diberkati (bernama) Vaprakeswara atas budi baiknya itulah tiang upacara peringatan ini dibuat olah para pendeta yang berkumpul disini.


Naskah Prasasti C

1.RimaViRajajaKirtteh
2.Rajnah Ri Mulavarmanah Punyam
3.Crnvantu Vipramukhyah
4.YeCamye Sadhavah Purusah
5.BahudanaJivadanam
6.Sakal Paurksam Sabhumiddanan=Ca
7.Tesam=Punyagananam
8.Yupo Yam Stbapito Vipraih

Terjemahan Prasasti C

Mudah-mudahan pendeta yang paling terkemuka dan orang-orang suci lainya mendengar perbuatan terpuji dari Mulawarman Raja yang tersohor dan gilang gemilang. Mudah mudahan mereka mendengar hadiah besarnya, hadiah lembunya, hadiah sebatang pohon ajaibnya, hadiah tanahnya, atas limpahan amal salehnya maka tiang upacara peringatan kurban ini didirikan oleh para pendeta.
TARUMANEGARA
Prasasti Ciaruteun
semula terletak pada aliran sungai Ciaruteun, 100 meter dari pertemuan sungai tersebut dengan Cisadane. Tahun 1981 prasasti itu diangkat dan diletakkan dalam cungkup. Prasasti Ciaruteun ditulis dalam bentuk puisi 4 baris, berbunyi:

"vikkrantasyavanipateh shrimatah purnavarmmanah tarumanagararendrasya vishnoriva padadvayam".

Terjemahannya menurut Vogel:

"Kedua (jejak) telapak kaki yang seperti (telapak kaki) Wisnu ini kepunyaan raja dunia yang gagah berani yang termashur Purnawarman penguasa Tarumanagara".

Prasasti Ciaruteun bergambar sepasang "pandatala" (jejak kaki). Gambar jejak telapak kaki menunjukkan tanda
kekuasaan yang berfungsi mirip "tanda tangan" seperti jaman sekarang. Kehadiran prasasti Purnawarman di kampung itu menunjukkan bahwa daerah itu termasuk kawasan kekuasaannya. Menurut "Pustaka Rajyarajya i Bhumi Nusantara" parwa II, sarga 3, halaman 161, di antara bawahan Tarumanagara pada masa pemerintahan Purnawarman (395-434 M) terdapat nama "Rajamandala" (Raja daerah) Pasir Muhara.

Prasasti Kebun Kopi
~ ~ jayavisalasya Tarumendrasya hastinah ~ ~
Airwavatabhasya vibhatidam= padadvayam
Terjemahan: “Di sini nampak tergambar sepasang elapak kaki…yang seperti Airawata, gajah penguasa Taruma yang agung dalam….dan (?) kejayaan”


Prasasti Telapak Gajah
bergambar sepasang telapak kaki gajah yang diberi keterangan satu baris berbentuk puisi berbunyi:

"jayavi s halasya tarumendrsaya hastinah airavatabhasya vibhatidam padadavayam"

(Kedua jejak telapak kaki adalah jejak kaki gajah yang cemerlang seperti Airawata kepunyaan penguasa Tarumanagara yang jaya dan berkuasa).

Prasasti batu
peninggalan Tarumanagara yang terletak di puncak Bukit Koleangkak, Desa Pasir Gintung, Kecamatan Leuwiliang. Pada bukit ini mengalir (sungai) Cikasungka. Prasasti inipun berukiran sepasang telapak kaki dan diberi keterangan berbentuk puisi dua baris :

"shriman data kertajnyo narapatir - asamo yah pura tarumayam nama shri purnnavarmma pracurarupucara fedyavikyatavammo tasyedam - padavimbadavyam arnagarotsadane nitya-dksham bhaktanam yangdripanam - bhavati sukhahakaram shalyabhutam ripunam".

Terjemahannya menurut Vogel :

"Yang termashur serta setia kepada tugasnya ialah raja yang tiada taranya bernama Sri Purnawarman yang memerintah Taruma serta baju perisainya tidak dapat ditembus oleh panah musuh-musuhnya; kepunyaannyalah kedua jejak telapak kaki ini, yang selalu berhasil menghancurkan benteng musuh, yang selalu menghadiahkan jamuan kehormatan (kepada mereka yang setia kepadanya), tetapi merupakan duri bagi musuh-musuhnya".

Prasasti Cidanghiyang
Teks: Vikranto ‘yam vanipateh/prabhuh satya parakramah narendra ddhvajabhutena/ srimatah purnnawvarmanah
Terjemahan: “Inilah (tanda) keperwiraan, keagungan, dan keberanian yang sesungguhnya dari raja dunia, yang Mulia Purnawarman yang menjadi panji sekalian raja-raja”.
PAKUAN

Prasasti Jayabupati
prasasti yang ditemukan di daerah Sukabumi. Prasasti ini terdiri atas 40 baris sehingga memerlukan empat (4) buah batu untuk menuliskannya. Keempat batu bertulis itu ditemukan pada aliran Cicatih di daerah Cibadak. Tiga ditemukan di dekat Kampung Bantar Muncang, sebuah ditemukan di dekat Kampung Pangcalikan. Keunikan prasasti ini adalah disusun dalam huruf dan bahasa Jawa Kuno. Keempat prasasti itu sekarang disimpan di Museum Pusatdengan nomor kode D 73 (dari Cicatih), D 96, D 97 dan D 98. Isi ketiga batu pertama (menurut Pleyte):

D 73 :

//O// Swasti shakawarsatita 952 karttikamasa tithi dwadashi shuklapa-ksa. ha. ka. ra. wara tambir. iri- ka diwasha nira prahajyan sunda ma-haraja shri jayabhupati jayamana- hen wisnumurtti samarawijaya shaka-labhuwanamandaleswaranindita harogowardhana wikra-mottunggadewa, ma-

D 96 : gaway tepek i purwa sanghyang tapak ginaway denira shri jayabhupati prahajyan sunda. mwang tan hanani baryya baryya shila. irikang lwah tan pangalapa ikan sesini lwah. Makahingan sanghyang tapak wates kapujan i hulu, i sor makahingan ia sanghyang tapak wates kapujan i wungkalagong kalih matangyan pinagawayaken pra-sasti pagepageh. mangmang sapatha.

D 97 : sumpah denira prahajyan sunda. lwirnya nihan.

Terjemahannya :

Selamat. Dalam tahun Saka 952 bulan Kartika tanggal 12 bagian terang, hari Hariang, Kaliwon, Ahad, Wuku Tambir. Inilah saat Raja Sunda Maharaja Sri Jayabupati Jayamanahen Wisnumurti Samarawijaya Sakalabuwanamandaleswaranindita Haro Gowardhana Wikramottunggadewa,

membuat tanda di sebelah timur Sanghiyang Tapak. Dibuat oleh Sri Jayabupati Raja Sunda. Dan jangan ada yang melanggar ketentuan ini. Di sungai ini jangan (ada yang) menangkap ikan di sebelah sini sungai dalam batas daerah pemujaan Sanghyang Tapak sebelah hulu. Di sebelah hilir dalam batas daerah pemujaan Sanghyang Tapak pada dua batang pohon besar. Maka dibuatlah prasasti (maklumat) yang dikukuhkan dengan Sumpah.

Prasasti Batutulis:

* Wangna pun ini sakakala, prebu ratu purane pun,
* diwastu diya wingaran prebu guru dewataprana
* di wastu diya wingaran sri baduga maharaja ratu hajj di pakwan pajajaran seri sang ratu dewata
* pun ya nu nyusuk na pakwan
* diva anak rahyang dewa niskala sa(ng) sida mokta dimguna tiga i(n) cu rahyang niskala-niskala wastu ka(n) cana sa(ng) sida mokta ka nusalarang
* ya siya ni nyiyan sakakala gugunungan ngabalay nyiyan samida, nyiyanl sa(ng)h yang talaga rena mahawijaya, ya siya, o o i saka, panca pandawa e(m) ban bumi

artinya:
* Semoga selamat, ini tanda peringatan Prabu Ratu
* Dinobatkan dia dengan nama Prabu Guru Dewataprana,
* dinobatkan (lagi) dia dengan nama Sri Baduga Maharaja Ratu Aji di Pakuan Pajajaran Sri Sang Ratu Dewata.
* Dialah yang membuat parit (pertahanan) Pakuan.
* Dia putera Rahiyang Dewa Niskala yang dipusarakan di Gunatiga, cucu Rahiyang Niskala Wastu Kancana yang dipusarakan ke Nusa Larang.
* Dialah yang membuat tanda peringatan berupa gunung-gunungan, membuat undakan untuk hutan Samida[1], membuat Sahiyang Telaga Rena Mahawijaya (dibuat) dalam (tahun) Saka "Panca Pandawa Mengemban Bumi"[2].

Prasasti Astana Gedhe Kawali

nihan tapa kawali nu sang hyang mulia tapa bhagya parĕbu raja wastumangadĕg di kuta kawali nu mahayuna kadatuan sura wisesa nu marigi sakuliling dayĕh. nu najur sakala desa aja manu panderi pakĕna gawe ring hayu pakĕn hebel jaya dina buana
hayua diponah-ponah
hayua dicawuh-cawuh
inya neker inya angger
inya ninycak inya rempag
Alihbahasa
Inilah jejak (tapak) (di) Kawali (dari) tapa beliau Yang Mulia Prabu Raja Wastu (yang) mendirikan pertahanan (bertahta di) Kawali, yang telah memperindah kedaton Surawisesa, yang membuat parit pertahanan di sekeliling wilayah kerajaan, yang memakmurkan seluruh pemukiman. Kepada yang akan datang, hendaknya menerapkan keselamatan sebagai landasan kemenangan hidup di dunia.
Jangan dimusnahkan!
Jangan semena-mena!
Ia dihormati, ia tetap.
Ia menginjak, ia roboh.



Prasasti Kebantenan

Raja Rahyang Niskala Wastu Kancana mengirim pesanan melalui ningrat Hyang Kancana ke Susuhunan Pakuan Pajajaran untuk mengurus dayohan di Jayagiri dan Sunda Sembawa.
Raja tinggal di Pakuan, dari tanah keramat (tanah devasasana); perbatasan yang sudah ditetapkan, dan tanah itu tidak boleh didistribusikan karena pelabuhan devasana menyaranai untuk ibadah, yang menjadi milik raja. Raja Sunda dan sangsi bangunan suci di Sunda Sembawa, yang harus dirawat dan tidak terganggu karena daerah yang ditetapkan adalah daerah perumahan para wiku (pendeta). Kalau ada yang berani untuk memasuki daerah itu di sunda Sembawa, mereka harus dibunuh.
Sri Baduga Maharaja, yang memerintah di Pakuan, sangsi tanah keramat (tanah devasana) di Gunung (Gunung Samya (Rancamaya), perbatasan yang sudah ditetapkan. Siapapun yang memasuki dilarang mengganggu di situ, dan dari pengenaan pajak dan pungutan lainnya dilarang karena yang wilayah yang terdapat tempat ibadah, yang milik raja.


SRIWIJAYA

Kedukan Bukit:



Alih aksara
Prasasti Kedukan Bukit

1. Swasti, sri. Sakawarsatita 604 ekadasi su-
2. klapaksa wulan Waisakha Dapunta Hyang naik di
3. samwau mangalap siddhayatra. Di saptami suklapaksa
4. wulan Jyestha Dapunta Hyang marlapas dari Minanga
5. tamwan mamawa yang wala dua laksa dangan kosa
6. dua ratus cara di samwau, dangan jalan sariwu
7. telu ratus sapulu dua wanyaknya, datang di Mukha Upang
8. sukhacitta. Di pancami suklapaksa wulan Asada
9. laghu mudita datang marwuat wanua .....
10. Sriwijaya jayasiddhayatra subhiksa

(Catatan: /v/ dalam bahasa Melayu modern menjadi /b/).
[sunting] Terjemahan

1. Selamat ! Tahun Śaka telah lewat 604, pada hari ke sebelas
2. paro-terang bulan Waiśakha Dapunta Hiyang naik di
3. perahu "mengambil siddhayātra". Pada hari ke tujuh paro-terang
4. bulan Jyestha Dapunta Hiyang bertolak dari Minanga
5. sambil membawa 20.000 tentera dengan perbekalan
6. sebanyak dua ratus (peti) berjalan dengan perahu dan yang berjalan kaki sebanyak seribu
7. tiga ratus dua belas datang di Mukha Upang
8. dengan sukacita. Pada hari ke lima paro-terang bulan .........
9. dengan cepat dan penuh kegembiraan datang membuat wanua (....)
10. Śrīwijaya menang, perjalanan berhasil dan menjadi makmur senantiasa



Prasasti Talangtuwo:

Pada tanggal 23 Maret 684 Masehi, pada saat itulah taman ini yang dinamakan Śrīksetra dibuat di bawah pimpinan Sri Baginda Śrī Jayanāśa. Inilah niat baginda: Semoga yang ditanam di sini, pohon kelapa, pinang, aren, sagu, dan bermacam-macam pohon, buahnya dapat dimakan, demikian pula bambu haur, waluh, dan pattum, dan sebagainya; dan semoga juga tanaman-tanaman lainnya dengan bendungan-bendungan dan kolam-kolamnya, dan semua amal yang saya berikan, dapat digunakan untuk kebaikan semua makhluk, yang dapat pindah tempat dan yang tidak, dan bagi mereka menjadi jalan terbaik untuk mendapatkan kebahagiaan. Jika mereka lapar waktu beristirahat atau dalam perjalanan, semoga mereka menemukan makanan serta air minum. Semoga semua kebun yang mereka buka menjadi berlebih (panennya). Semoga suburlah ternak bermacam jenis yang mereka pelihara, dan juga budak-budak milik mereka. Semoga mereka tidak terkena malapetaka, tidak tersiksa karena tidak bisa tidur. Apa pun yang mereka perbuat, semoga semua planet dan bintang menguntungkan mereka, dan semoga mereka terhindar dari penyakit dan ketuaan selama menjalankan usaha mereka. Dan juga semoga semua hamba mereka setia pada mereka dan berbakti, lagipula semoga teman-teman mereka tidak mengkhianati mereka dan semoga istri mereka menjadi istri yang setia. Lebih-lebih lagi, di mana pun mereka berada, semoga di tempat itu tidak ada pencuri, atau orang yang mempergunakan kekerasan, atau pembunuh, atau penzinah. Selain itu, semoga mereka mempunyai seorang kawan sebagai penasihat baik; semoga dalam diri mereka lahir pikiran Boddhi dan persahabatan (...) dari Tiga Ratna, dan semoga mereka tidak terpisah dari Tiga Ratna itu. Dan juga semoga senantiasa (mereka bersikap) murah hati, taat pada peraturan, dan sabar; semoga dalam diri mereka terbit tenaga, kerajinan, pengetahuan akan semua kesenian berbagai jenis; semoga semangat mereka terpusatkan, mereka memiliki pengetahuan, ingatan, kecerdasan. Lagi pula semoga mereka teguh pendapatnya, bertubuh intan seperti para mahāsattwa berkekuatan tiada bertara, berjaya, dan juga ingat akan kehidupan-kehidupan mereka sebelumnya, berindra lengkap, berbentuk penuh, berbahagia, bersenyum, tenang, bersuara yang menyenangkan, suara Brahmā. Semoga mereka dilahirkan sebagai laki-laki, dan keberadaannya berkat mereka sendiri; semoga mereka menjadi wadah Batu Ajaib, mempunyai kekuasaan atas kelahiran-kelahiran, kekuasaan atas karma, kekuasaan atas noda, dan semoga akhirnya mereka mendapatkan Penerangan sempurna lagi agung.



Kota Kapur


1. Keberhasilan !
2. Wahai sekalian dewata yang berkuasa, yang sedang berkumpul dan melindungi Kadātuan Śrīwijaya ini; kamu sekalian dewa-dewa yang mengawali permulaan segala sumpah !
3. Bilamana di pedalaman semua daerah yang berada di bawah Kadātuan ini akan ada orang yang memberon¬tak yang bersekongkol dengan para pemberontak, yang berbicara dengan pemberontak, yang mendengarkan kata pemberontak;
4. yang mengenal pemberontak, yang tidak berperilaku hormat, yang tidak takluk, yang tidak setia pada saya dan pada mereka yang oleh saya diangkat sebagai datu; biar orang-orang yang menjadi pelaku perbuatan-perbuatan tersebut mati kena kutuk biar sebuah ekspedisi untuk melawannya seketika di bawah pimpinan datu atau beberapa datu Śrīwijaya, dan biar mereka
5. dihukum bersama marga dan keluarganya. Lagipula biar semua perbuatannya yang jahat; seperti meng¬ganggu :ketenteraman jiwa orang, membuat orang sakit, membuat orang gila, menggunakan mantra, racun, memakai racun upas dan tuba, ganja,
6. saramwat, pekasih, memaksakan kehendaknya pada orang lain dan sebagainya, semoga perbuatan-perbuatan itu tidak berhasil dan menghantam mereka yang bersalah melakukan perbuatan jahat itu; biar pula mereka mati kena kutuk. Tambahan pula biar mereka yang menghasut orang
7. supaya merusak, yang merusak batu yang diletakkan di tempat ini, mati juga kena kutuk; dan dihukum langsung. Biar para pembunuh, pemberontak, mereka yang tak berbakti, yang tak setia pada saya, biar pelaku perbuatan tersebut
8. mati kena kutuk. Akan tetapi jika orang takluk setia kepada saya dan kepada mereka yang oleh saya diangkat sebagai datu, maka moga-moga usaha mereka diberkahi, juga marga dan keluarganya
9. dengan keberhasilan, kesentosaan, kesehatan, kebebas¬an dari bencana, kelimpahan segala¬nya untuk semua negeri mereka ! Tahun Śaka 608, hari pertama paruh terang bulan Waisakha (28 Februari 686 Masehi), pada saat itulah
10. kutukan ini diucapkan; pemahatannya berlangsung ketika bala tentara Śrīwijaya baru berangkat untuk menyerang bhūmi jāwa yang tidak takluk kepada Śrīwijaya.

KANJURUHAN
Prasasti Dinoyo
(tahun 682 Saka) atau tahun 760 Masehi. Dalam Prasasti Dinoyo diceritakan masa keemasan Kerajaan Kanjuruhan sebagaimana berikut :
• Ada sebuah kerajaan yang dipimpin oleh Raja yang sakti dan bijaksana dengan nama Dewasimha
• Setelah Raja meninggal digantikan oleh puteranya yang bernama Sang Liswa
• Sang Liswa terkenal dengan gelar Gajayana dan menjaga Istana besar bernama Kanjuruhan
• Sang Liswa memiliki puteri yang disebut sebagai Sang Uttiyana
• Raja Gajayana dicintai para brahmana dan rakyatnya karena membawa ketentraman diseluruh negeri
• Raja dan rakyatnya menyembah kepada yang mulia Sang Agastya
• Bersama Raja dan para pembesar negeri Sang Agastya (disebut Maharesi) menghilangkan penyakit
• Raja melihat Arca Agastya dari kayu Cendana milik nenek moyangnya
• Maka raja memerintahkan membuat Arca Agastya dari batu hitam yang elok

SYAILENDRA

Prasasti Sojomerto
Berhuruf Kawi

(abad VII)

... – ryayon çrî sata ...
... _ â kotî
... namah ççîvaya
bhatâra parameçva
ra sarvva daiva ku samvah hiya
– mih inan –is-ânda dapû
nta selendra namah santanû
namânda bâpanda bhadravati
namanda ayanda sampûla
namanda vininda selendra namah
mamâgappâsar lempewângih

Artinya:
Sembah kepada Dhewa Syiwa Bathara Paramecwara dan semua Dhewa-dhewa
Saya hormat kepada "Hiya Mih" adalah yang mulia Dhapunta Syailendra
Santanu adalah nama bapa nda Badhrawati adalah nama ibunda, Sampura adalah nama istrinda dari yang mulia Syailendra.

Prasasti Canggal




Berhuruf Pallawa berbahasa sansekerta
Terjemahan bebas isi prasasti adalah sebagai berikut:[2]

Bait 1 : Pembangunan lingga oleh Raja Sanjaya di atas gunung

Bait 2-6 : Pujaan terhadap Dewa Siwa, Dewa Brahma, dan Dewa Wisnu

Bait 7 : Pulau Jawa yang sangat makmur, kaya akan tambang emas dan banyak menghasilkan padi. Di pulau itu didirikan candi Siwa demi kebahagiaan penduduk dengan bantuan dari penduduk Kunjarakunjadesa

Bait 8-9 : Pulau Jawa yang dahulu diperintah oleh raja Sanna, yang sangat bijaksana, adil dalam tindakannya, perwira dalam peperangan, bermurah hati kepada rakyatnya. Ketika wafat Negara berkabung, sedih kehilangan pelindung

Bait 10-11 : Pengganti raja Sanna yaitu putranya bernama Sanjaya yang diibaratkan dengan matahari. Kekuasaan tidak langsung diserahkan kepadanya oleh raja Sanna tetapi melalui kakak perempuannya (Sannaha)

Bait 12 : Kesejahteraan, keamanan, dan ketentraman Negara. Rakyat dapat tidur di tengah jalan, tidak usah takut akan pencuri dan penyamun atau akan terjadinya kejahatan lainnya. Rakyat hidup serba senang.

Kunjarakunja-desa dapat berarti "tanah dari pertapaan Kunjara", yang diidentifikasikan sebagai tempat pertapaan Resi Agastya, seorang maharesi Hindu yang dipuja di India selatan. Dalam epik Ramayana, diceritakan bahwa Rama, Sinta, dan Laksmana mengunjungi pertapaan Agastya di gunung Kunjara.

SANJAYA

Prasasti Tukmas
berbunyi: "Sruti indriya rasa" (Sangkala 654 Caka/ 732 M)


Prasasti Gandasuli (792M)
terdiri dari dua keping, disebut Gandasuli I (Dang pu Hwang Glis) dan Gandasuli II (Sanghyang Wintang). Ia ditulis menggunakan bahasa Melayu Kuna dengan aksara Kawi (Jawa Kuna), berangka tahun 792M

Terjemahan :
Semua orang dan empat penjuru telah mendengar bahwa Dang Karayan Ratnamaheçwara Sida Busu Pelar adaah orang utama yang telah banyak berjasa. Istrinya bemama Busu juga. thu Dang Karayan Partapan bernamajantakabbt. Ibu istrinya bernama Panuahan. Kedua oranig tua stu masing-masing menjaga putranya. Adik mpu Palar bernama Busu Tarba; dua ipamya bernama Busu Bajra dan Busu Uttara. Saudara sepupunya bernama Busu Tarai dan Busu Dandai. Ipar istrinya bernama Busu Hswuriyan. Pamannya yang bernarna Wisnuwrata diserahi jabatan nayaka untuk mengurus daerah Bunut. Iparnya yang bernania Busu Pandarangan dijadikan nayaka untuk mengurus daerah Kahuluan. Anak-anaknya bernama Sida Busu Putih, Tejah Pahit, Swasta, Pagar Wesi, dan Awak Indu. Mereka semuanya perempuan.
Semua anak perempuan itu merupakan kekayaan dan kekuasaan Dang Karayan Partapan. Ia sangat gembira, rezekinya berlimpah. Wilayahnya terjaga. Semua penduduk desa dan timur, set atan, barat, dan utara memuji kebijaksanaan Dang Karayan Partapan. Di situ ada Dang Arcarya Dhawala, seorang sthâpaka yang sangat mahir (pembuat bangunan); bapuh munda Dang Karayan Siwarjita, nayaka di Prang Kapulang. Semua orang bawahannya mahir membangun candi makam yang sangat bagus lagi berguna. Mereka niembuat arca sang haji (raja) di sebetah utara prasada Sang hyang Wintang; candi makam itu dibuat bagus dan disertai tanah. Tanah bunga tiga barih, Pragaluh tiga lattir. Tina Ayun empat lattir. Wunut tiga lattir. Pawijahan dua lattir. Kaywara Mandir dua lattir. Wangur Baharu satu lattir. Mundu dua lattir. Kakaylan satu lattir. Tarukan satu lattir. Ukuran tanah yang dapat ditanami di Tanab Bunga seluruhnya ada 40 lattir.
Partakan (saki?); di Walunuh mpu Posuh; di Pragaluh istna
Wacpatih bernama Manutu; juga nayaka Kyubungan pembantu
Warpatih, bernama Pu Lihasin; nayaka di Mantyasih bernama
Dapunia Marhy ang Jnânatatwa.

Prasasti Wantil (778 Caka)
aksara Pra Nagari.
Isinya adalah :
Seorang raja yang gagah telah
memerintah dengan adil kera.iaan besar di pulau Jawa. be1iau membangun
istana di Medang diluar kota Marnrari. Rakai Mamrati memberikarl tan&hnya
kepada Wflnril karena de~ lwung pemah menjadi ajang peperangail. Karena
Raja sangat mencintai rakyatnya beliau mendirikan bangunan suci yang indah
sebagai pertapaan.
Sela.~utnya angka tahun dalam prasasri ini dinyatakan dengan : Rikala
nikanang ~akabda wualung (8) gunung (7) sang }~'jku (7) (tahun 778 Caka) samargga~ira
~uklapaksa sawelas ya na tang tithi wrehaspari wagai lawan na wurukung ya
na wara web. yatekana tewek bathara ginawai sinangskar.a web.

Prasasti Mantyasih atau prasasti Balitung (907 M)
Prasasti ini bertarikh 828 Saka, bagian yang memuat silsilah raja adalah pada bagian B baris 7-9:

ta < 7 > sak rahyang ta rumuhun. sirangbăsa ing wanua. sang mangdyan kahyaňan. sang magawai kadatwan. sang magalagah pomahan. sang tomanggöng susuk. sang tumkeng wanua gana kandi landap nyan paka çapatha kamu. rahyang
< 8 > ta rumuhun. ri mdang. ri poh pitu. rakai mataram. sang ratu sańjaya. çri mahǎrǎja rakai panangkaran. çri mahǎrǎja rakai panunggalan. çri mahǎrǎja rakai warak. çri mahǎrǎja rakai garung. çri mahǎrǎja rakai pikatan
< 9 > çri mahǎrǎja rakai kayuwańi. çri mahǎrǎja rakai watuhumalang. lwiha sangkā rikā landap nyān paka çapatha çri mahǎrǎja rakai watukura dyah dharmmodaya mahāçambhu.

Daftar silsilah raja-raja Wangsa Sanjaya berdasarkan prasasti Mantyasih menurut Bosch, adalah:

Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya,
Sri Maharaja Rakai Panangkaran,
Sri Maharaja Rakai Panunggalan,
Sri Maharaja Rakai Warak,
Sri Maharaja Rakai Garung,
Sri Maharaja Rakai Pikatan,
Sri Maharaja Rakai Kayuwangi,
Sri Maharaja Rakai Watuhumalang, dan
Sri Maharaja Rakai Watukura Dyah Dharmmodaya Mahasambhu.

MEDANG
Prasasti Siwagrha
Terjemahan Sebuah Prasati Jawa Kuno Berirama dari 856 A.D.

1. / / Swasti ... ... ... ... ... ... ... ... ...
2. nyalaka ... ... ... ... ... ... ... ... ... ...
3. .. / / Saçri ... ... ... ... ... ... ... ... ....
4. nang jetrakula ... ... ... ... ... ...
5. nyāpita / ... ... ... ... ... ... ... ... ..
6. Pangeran muda ... ... ..., dalam kepemilikan keagungan kerajaan (?), Dilindungi negara dari Jawa, benar dan dengan ...., keagungan dalam pertempuran dan dalam pesta (),? Penuh dengan semangat dan sempurna, menang tapi bebas dari nafsu,  Raja Agung pengabdian yang sangat baik.
7. Dia Çaiwa kontras dengan Ratu, istri dari pahlawan; tepat setahun adalah waktu ... ..; ... .. tertimbun batu oleh ratusan untuk berlindung, seorang pembunuh secepat angin ... .. Balaputradewa.
8. Seorang raja, sempurna dalam (dunia), ... ... ... .., sebuah perlindungan bagi rekan-rekannya, memang seorang pahlawan yang tahu tugas jabatannya, ia mengadopsi nama yang tepat untuk sebuah keluarga brahmana terhormat (kaya) dan seni kebajikan, dan mendirikan keraton di Medang terletak di negara () dari Mamrati?.
9. Setelah ini (perbuatan), raja Jatiningrat ("Kelahiran Dunia") mengundurkan diri; dalam kedudukan dan keraton itu diserahkan kepada penggantinya; Dyah Lokapala, yang sama dengan adik dari yang ilahi () Lokapalas; bebas adalah subyek, dibagi ke dalam empat āçramas dengan brahmana depan.
10. Suatu perintah kerajaan pergi ke patih bahwa ia harus mempersiapkan upacara pemakaman rapi; tanpa ragu-ragu, Rakaki Mamrati memberi (dasar) untuk Wantil, dia merasa malu untuk masa lalu, khususnya untuk fakta bahwa desa Iwung pernah menjadi medan pertempuran (?) , (dan) mengambil hati-hati untuk tidak disamakan dengan dia (?).
11. Semua tindakan itu selama waktu dia ada di sini terinspirasi oleh keagungan ilahi, tidak ada musuh lagi; cinta (subjeknya) adalah apa yang selalu diupayakan setelah. Ketika akhirnya dia bisa membuang kuasa, kekayaan dll, hanya suaka alam yang dibangun oleh dia, dapat satu.
12. Selain itu, ia memiliki pengetahuan, sulit untuk memperoleh, Dharma dan Adharma, tapi ia tidak bisa menyembunyikan kebohongan ... .. Yang jahat berhenti untuk bertindak melawan dia, ... .. ));? Ini adalah alasan mengapa Halu, yang Anda lihat sekarang, didirikan.
13. .... dia, dengan hamba-hambanya, semua orang-orang sederhana, pria kelahiran rendah posisi ();? sangat baik .... membuat mereka cantik; yang akan bersedia untuk menyetujui () dalam membawa hadiah mereka (??); (semua orang) bekerja dengan riang.
14. ... ..., Jantung (kompleks) dengan dinding sendiri dan batu bata untuk membangun bendungan (), karena demikianlah yang diinginkan?.  penunggu pintu galak ... .., sehingga pencuri akan menjadi takut untuk ... ... terperangkap dalam mengambil pergi.
15. Sebuah rumah yang indah dari dewa ...; di gerbang, dua bangunan kecil yang didirikan, berbeda dalam konstruksi., Ada juga pohon Tanjung ... sama (?); Indah adalah jumlah bangunan kecil untuk digunakan sebagai hermitages, yang mungkin, pada gilirannya mereka, menjadi teladan (?).
16. Dari pohon Ki Muhūr (?), Batang hanya satu tahun; lingkungan dewa adalah alasan pertumbuhan yang tak tertandingi di sisi Timur; keindahannya luar biasa, sama dengan yang ilahi () pohon Pārijātaka, melainkan tempat di mana dewa akan turun dan (cabang-cabangnya) akan menjadi payung (bagi dewa), bukan dewa untuk dewa?.
17. (Bangunan yang lebih kecil) yang sama, tinggi sama, (dilayani) tujuan yang sama, (disajikan) pikiran yang sama, (tetapi) mereka masing-masing berbeda dalam jumlah mereka; yang akan ragu-ragu dalam beribadah? Dari ibadah (orang) berikan. Dalam sekejap, kuil-kuil dengan gerbang dan tak terhitung banyaknya, wanita tak tergoyahkan, telah diselesaikan oleh pengukur bekerja oleh ratusan.
18. Apa yang akan sebanding dengan ilahi ini (bangunan), melainkan ada untuk pendewaan (?); Adalah ini menyebabkan mengapa penonton kewalahan dan (normal) sensasi tidak kembali (?)? Para penyembah datang di baris dan dalam kelompok (),? Bu ratusan, tanpa mengucapkan sepatah kata pun; luar biasa nama mereka _ tanda bahwa mereka (menyembah gambar?) Akan membawa penyegaran (?).
19. Siapa, kemudian, tidak akan menjadi yang pertama untuk pergi dan melihat? Sangat menarik ... ...
20.
21.
22. (Transisi ke bahasa populer); Anda kowak, gagak, hamsas, pedagang, ... ...; pergi dan mandi untuk mencari perlindungan () ...?. () Ziarah? () ... ...?, Dan Anda, Kalang, anggota desa dan Dewa tampan, Anda memerintahkan () untuk menyembah dengan garam mencium (??) ... ... Dengan orang-orang tua.
23. (Kelalaian untuk Aksara); Pada hari (tetap) bekerja wajib atas nama dewa, orang-orang di perintah melakukan upacara; kerumunan orang datang dan pengukur pertama kali datang di tempat ketiga (?); Biarawan, muda laki-laki dan perempuan peringkat, ... .. (); ...? ... .. ();? Ada banyak penjaga (?).
24. (Kelalaian untuk anuswara); Pada masa tahun Caka (dilambangkan dengan) delapan, pegunungan dan biarawan, pada paruh terang bulan Mārgaçîrca, yang \ r elevent lunat hari, pada hari-hari minggu-Kamis, Wagai (dari lima hari seminggu) dan Wukurung (dalam seminggu enam hari ') ... .. _ Yang merupakan tanggal di mana patung (dari) dewa selesai dan diresmikan.
25. Setelah tempat kudus Çiva telah diselesaikan dengan kemuliaan ilahi nya, tentu saja (dari) sungai berubah sehingga berdesir sepanjang dasar, tidak ada bahaya dari yang jahat, karena mereka semua menerima karena mereka; maka dasar-dasarnya diresmikan sebagai dasar candi ... .. dengan para dewa.
26. Dua tampah adalah ukuran-sawah milik kuil Çiva, melainkan melepaskan dari Wantil Paměgět dengan Nayaka dan patihnya; patih ini disebut Kling si dan kalima nya disebut Mrěsi rasi, ada tiga tuan; si Jana, Kandut rasi dan Sanab rasi.
27. Sang winěkas itu Banyaga si; yang wahutas itu Waranîyā, Tati dan Wukul (?); Laduh itu Gěněng si; orang-orang berikut ini adalah perwakilan, berbicara atas nama orang lain, yaitu Kabuh dan bernyanyi Marsî, kemudian para tetua desa yang mewakili tanpa fungsi tertentu.
28. Setelah peresmian sawah, melepaskan yang ada, fized tetap menjadi melepaskan (),? ... ... (?), Ini adalah melepaskan yang akan menjadi milik dewa untuk selama-lamanya (?).
29. Mereka (yang bertugas) dikirim kembali dengan perintah untuk beribadah, setiap hari, tanpa melupakan tugas mereka; mereka tidak boleh lalai dalam mematuhi perintah para dewa; kembali kelahiran-menerus di neraka akan hasilnya (jika mereka lalai ).


Prasasti Sangguran (Prasasti Minto)(928 M),
dikenal dengan ‘Lord Minto’ atau ‘Minto Stone’ untuk versi Skotlandia (Inggris) merupakan prasasti beraksara dan bahasa Jawa Kuno.

Isi pokoknya adalah tentang peresmian Desa Sangguran menjadi sima (tanah yang dicagarkan) oleh Sri Maharaja Rakai Pangkaja dyah Wawa Sri Wijayaloka Namestungga pada 14 Suklapaksa bulan Srawana tahun 850 Saka. Jika dikonversi ke dalam tahun Masehi, maka identik dengan 2 Agustus 928.
Prasasti tersebut menyebutkan pula nama Rakryan Mapatih I hino pu Sindok Sri Isanawikrama dan istilah sima kajurugusalyan di Mananjung. Yang menarik, sima tersebut ditujukan khusus bagi para juru gusali, yaitu para pandai (besi, perunggu, tembaga, dan emas).


Prasasti Alasantan (939 M)
Menyebutkan bahwa pada tanggal 6 September 939 M, Sri Maharaja Rakai Halu Dyah Sindok Sri Isanawikrama memerintahkan agar tanah di Alasantan dijadikan sima milik Rakryan Kabayan.
Prasasti Kamban (941 M)
Meyebutkan bahwa apada tanggal 19 Maret 941 M, Sri Maharaja Rake Hino Sri Isanawikrama Dyah Matanggadewa meresmikan desa Kamban menjadi daerah perdikan.
Prasasti Hara-hara (Trowulan VI) (966 M).
Menyebutkan bahwa pada tanggal 12 Agustus 966 M, mpu Mano menyerahkan tanah yang menjadi haknya secara turun temurun kepada Mpungku Susuk Pager dan Mpungku Nairanjana untuk dipergunakan membiayai sebuah rumah doa (Kuti).

 prasasti kamalagyan : 
  1. Swasti Cakawarcatita 959 marggaciramas, rthi pratipada cuklapaksa, pa, pe, cu wara dunulan (graha) cara bayabyastha, destanaksatra cakragni dewata, dhriyoga, wawakarana, irika di wacanyajna cri.
  1. maharaja rake hulu cri lokecwara dharmmawanca airlangganama prasadottungadewa, tinadah rakyan mahamantri i hino cri  sangramawijaya prasadottungadewi, uminsor i rakyan kanuruhan pu dharmmamantri narottamajana.
  1. nacura, i pinsomyajna cri maharaja kumonakinikan ramapitaka i kamalagyan sapasuk thani kabeh, thani watek parikaja, atagan kalpurambi, gawe ma l masawah tampah 6 hinajyan ma su 10 ku 4 lon.
  1. drbyahajinin gaga, kbwan paserehan, ika rin lwah, renek, tpitpi, wulu-wulu prakara kabeh, pinda samudaya ma su 17 ma 14 ku 4 sa 4 yatika inandoan patahila drabya naji ma su 10 arkan asuji.
  1. masa i cri maharaja magilingilinan tanparik tanpa pada panleyo, tanpa pagaduh, tanpa pilihmas len drabyahajinin kalagyan sadanan ma su 2 ma 10 milu nandeh matahila ma su kakala.
  1. nan madrabyahaji ma I ku, inandeh matahila  drabyahaji ma I ateher ta kna rin pintapalaku buncan haji turnturun sakupan sarak sykha duhkha magon madmit denikan wargga hatur, wargga perih, mawan jurunin ka-.
  1. lagyan ranu rin dharmma, kewalanemwa drabyahaji in sima dawuhan i kamalagyan rin tambak rin warinin sapta juga paranahaya kalih, sambandha, cri maharaja madamel dawuhan rin warinin sapta lmahaikan anak thani kamala.
  1. gyan punyahetu tan swartha, kahaywaknanin thani sapasuk liir lasun palinjwan, sijanatyesan panjigantin, talan, decapankah, panlaja, ika rin sima parasima, kala, kalagyan, thani jumput, wihara ca.
  1. la, kamulan parhyanan, parapatapan, makamukya bhuktyan, ran hyan dharmma rin icanbhawana manaran i surapura, samankana brehnikan thani katahan kadedetan cariknya denikan kanten tmahan benawan amgat ri wa-.
  1. rinin sapta, dumadyakan unanikan drabyahaji mwan hilanakan carik kabeh, apan durllabha kawnanani katambakanikan banawan amgat de parasamya makabehan tan pisan pindwa tinambak parasamya.
  1. ndatan kawanan juga parnnahnya, samankana ta cri maharaja lumkas umatagakn ikan tanaya ri thani sakalra deni kerke mritapa cri maharaja, inatag kapwa panraba mabujcanhajya madawuhan sampun ta siddha kadamla.
  1. nikan dawuhan de cri maharaja, subaddhapagen huwus pepet hilinikan banu ikan banawan amatla hilinyanalor, kapwa ta sukha manahikan maparahu samanhulu manalap bhanda ri hujun galuh ika.
  1. rikan para puhawan prabanyaga sanka rin dwipantara, samanunten ri hujun galuh ikan anak thani sakawahan kadedetan sawahnya, atyanta sarwwa sukha ni manahnya makanta kasawaha muwah sawahnya kabeh an pinunya.
  1. n tinambak hilinikan banawan amgat ri warinin sapta de cri maharaja, dawuhan cri maharaja parnnahnikan tambak rin warinin sapta, samankana ta cri maharaja hanananan ri tan tguhanikan dawuhan.
  1. deni kwehnikan wwan mahyun, manlbura n yaca, ri sdananya n tan ringin raksan parnnahnya umahana, matanyan anak thani i kamalagyan tka  kalagyanya katuduh momaha i samipanikan dawuhan winin sapta.
  1. an sima dawuhan cri maharaja parnnahnya umiwya ikan pamananasa kahaywakna san hyan dawuhani ateher panandeh) drabya haji ma su 10 ilan i kamalagyan, tahilaknanya i cri maharaja ankan asuji ma-.
  1. sa, kapangiha rin warinin sapta, ikan kalagyan sandunan milu inandeh matahila drabyhaji ma su 2 kapangiha rin tambak denikan wargga hatur ankan asujimasa, kabalanan manadeh I kapangiha rin tambak.
  1. denikan wargga patih,  pirak salumari ri decanya patahilanya tan piriten, dalanya lmahnya dinawuhan cri maharaja, dumadyakan krtanin rat, mwan punarjiwani bbuktyan san sarwwa dharmma, sima parasima, kala kalagyan.
  1. thani jumput, wihara, cala, kamulan, palyanan para patapan kabeh, makateweka pandiri cri maharaja makadatwan i kahuripan, an sira saksat sumiram irin rat kabeh rin anuragamrta mahudanakan kirtti, u-.
  1. manun sakaparipurnnaknakna san hyan surwwa dharmma, ri pamepegni kayowananiran siniwi ri yawadwipamancala, hetuairan panglrakan dharmmakucalamula, tirutirunin rat kabeh, kapwa magawaya yaca, apan mankana sawabhawanikan.
  1. sira ratu cakrawartta, umanun pamangiranikan rat hita pratidina, panlingananikan sabhuwana ri tan swantha kewala cri maharaja, yawat kawanunanin yaca donanya, an kapwa kinalimban juga denira, sahana san hyan sarwwa dharmma ka-
  1. beh, mankana karanikan i kamalagyan an sinima de cri maharaja, wineh makmitana pracasti munwin titik wunkal mwan katmwani drabyahaji ni kala kalgyan in soen madawuhan i kamalagyan rin tambak ri warinin sap-
  1. ta denikan wargga hatur mwan wargga patih mapangiha pageha kaliliranani wka wetnya hlam tka ri dlahanin dlaha, an sima dawuhan cri maharaja parnnahnya, nayaka pratyaya tka rin pinbaiwuhuta ra. (lanjutan Prasati telah hilang).




SINGASARI
Prasasti Maribong (Trowulan II) (1264 M)
Menyebutkan bahwa pada tanggal 28 Agustus 1264 M Wisnuwardhana memberi tanda pemberian hak perdikan bagi desa Maribong.
Prasasti Wurare (1289 M)
Menyebutkan bahwa pada tanggal 21 September 1289 Sri Jnamasiwabajra, raja yang berhasil mempersatukan Janggala dan Panjalu, menahbiskan arca Mahaksobhya di Wurane. Gelar raja itu ialaha Krtanagara setelah ditahbiskan sebagai Jina (dhyani Buddha).


MAJAPAHIT

Prasasti Singhasari 1351

Alihaksara

/ 0 / 'i śaka ; 1214 ; jyeṣṭa māsa ; 'irika diwaśani
kamoktan. pāduka bhaṭāra sang lumah ring śiwa buddha /’ ; /’ swa-
sti śri śaka warṣatita ; 1273 ; weśaka māsa tithi pratipā-
da çuklapaks.a ; ha ; po ; bu ; wara ; tolu ; niri tistha graha-
cara ; mrga çira naks.atra ; çaçi dewata ; bâyabya man.d.ala ;
sobhanayoga ; çweta muhurtta ; brahmâparwweśa ; kistughna ;
kâran.a wrs.abharaçi ; ‘irika diwaça sang mahâmantri mûlya ; ra-
kryan mapatih mpu mada ; sâks.at. pran.ala kta râsika de bhat.â-
ra sapta prabhu ; makâdi çri tribhuwanotungga dewi mahârâ
ja sajaya wis.n.u wârddhani ; potra-potrikâ de pâduka bha-
t.âra çri krtanagara jñaneçwara bajra nâmâbhis.aka sama-
ngkâna twĕk. rakryan mapatih jirṇnodhara ; makirtti caitya ri
mahâbrâhmân.a ; śewa sogata samâñjalu ri kamokta-
n pâduka bhaṭâra ; muwah sang mahâwṛddha mantri linâ ri dagan
bhat.âra ; doning caitya de rakryan. mapatih pangabhaktya-
nani santana pratisantana sang parama satya ri pâda dwaya bhat.â-
ra ; ‘ika ta kirtti rakryan mapatih ri yawadwipa maṇḍala /’

[sunting] Alihbahasa

Pada tahun 1214 Saka (1292 Masehi) pada bulan Jyestha (Mei-Juni) ketika itulah
sang paduka yang sudah bersatu dengan Siwa Buddha.
Salam Sejahtera! Pada tahun Saka 1273 (1351 Masehi), bulan Waisaka
Pada hari pertama paruh terang bulan, pada hari Haryang, Pon, Rabu, wuku Tolu
Ketika sang bulan merupakan Dewa Utama di rumahnya dan (bumi) berada di daerah barat laut.
Pada yoga Sobhana, pukul Sweta, di bawah Brahma pada karana
Kistugna, pada rasi Taurus. Ketika sang mahamantri yang mulia. Sang
Rakryan Mapatih Mpu (Gajah) Mada yang beliau seolah-olah menjadi perantara
Tujuh Raja seperti Sri Tribhuwanotunggadewi Mahara-
jasa Jaya Wisnuwarddhani, semua cucu-cucu Sri Paduka
Almarhum Sri Kertanegara yang juga memiliki nama penobatan Jñaneswara Bajra
Dan juga pada saat yang sama sang Rakryan Mapatih Jirnodhara yang membangun sebuah candi pemakaman (caitya) bagi kaum
Brahmana yang agung[1] dan juga para pemuja Siwa dan Buddha yang sama-sama gugur
Bersama Sri Paduka Almarhum (=Kertanagara) dan juga bagi para Mantri senior yang juga gugur bersama-sama dengan
Sri Paduka Almarhum. Alasan diabangunnya candi pemakaman ini oleh sang Rakryan Mahapatih ialah supaya berbhaktilah
Para keturunan dan para pembantu dekat Sri Paduka Almarhum.
Maka inilah bangunan sang Rakryan Mapatih di bumi Jawadwipa.

PRASASTI KUDADU
Swasti sakawa??atîta, 1216, bhadrapadama?a, tithi pañcami k???apak?a, ha, u, sa, wara, ma?angkungan, bayabyastha grahacara, rohi?inak?atra, prajapatidewata, mahendrama?ala, siddhiyoga, weajyamuhurtta, yamaparwwesa, tetilakara?a, kanyarasi irika diwasanyajña srî mahawîratameswaranindita parakramottunggadewa mahabalaasapatnadhipawinasakarana, sîlasaragu?arupawinayottamanuyukta, samastayawadwipeswara, sakalasujanadharmmasangrak?ana, narasinghanagaradharmmawise?asantana, narasinghamurttisutatmaja, k?tanagara
IIa.
raduhitasamagamasampanna, k?tarajasajayawarddhananamarajabhi?eka, tina?h de rakryan mantri katri?i, rakryan mantri hino, dyah pamasi, rakryan mantri halu, dyah singlar, rakryan mantri sirikan, dyah palisir, kahiring de rakryan mantri ra?amaddyariputrasakara, paramasadhuprapanna mapasanggahan sang pranaraja, rakryan mantri samarakaryyagahanakusila, mahassratwasampanna mapasanggahan sang nayapati, rakryan mantrî dwipantarasatrumardanakarana sarjjawalittarañjita, mapasanggahan sangaryyadikara, makadi sang mantri mahawîradikara, wiwidamitra pra?ayakara, sakalamanujanuraga, mapasanggahan sangaryya wîraraja, sak?at susisya de srî ma
IIb.
haraja k?tanagara, tan kantun rakryan mantri sewakottamagu?ajña, mawastha kanuruhan, rakryan mantrî suratamendra, mawastha dmang, makadi rakryan mantri wimitrariprabhitakara mawastha patih, sak?at prah ... mratisubaddhaken pangadeg srî maharajangken iswarapratiwimba, tankawuntat sang sinalahan wyawaharawiccedaka, sang pamget i tirwan sangkyawyakara?asastraparisamata, puspapata, ?ang acaryya kusumayuddharipu, mapañji paragata, sang pamgat i pamwatan sangkyawyakara?asastraparisamapta, puspapita ?ang acartta anggarak?a, sang samget i jambi ... puspapita ?ang acaryya rudra, rakryan juru k?anagara, sunayaduskarajña, pungkwi padlegan dharmmadhyak? a ri kasewan, pu

Prasasti Kudadu (1294 M)
Mengenai pengalaman Raden Wijaya sebelum menjadi Raja Majapahit yang telah ditolong oleh Rama Kudadu dari kejaran balatentara Yayakatwang setelah Raden Wijaya menjadi raja dan bergelar Krtajaya Jayawardhana Anantawikramottunggadewa, penduduk desa Kudadu dan Kepaa desanya (Rama) diberi hadiah tanah sima.

Prasasti Sukamerta (1296 M) dan Prasasti Balawi (1305 M)
Mengenai Raden Wijaya yang telah memperisteri keempat putri Kertanegara yaitu Sri Paduka Parameswari Dyah Sri Tribhuwaneswari, Sri Paduka Mahadewi Dyah Dewi Narendraduhita, Sri Paduka Jayendradewi Dyah Dewi Prajnaparamita, dan Sri Paduka Rajapadmi Dyah Dewi Gayatri, serta menyebutkan anaknya dari permaisuri bernama Sri Jayanegara yang dijadikan raja muda di Daha.

Prasasti Canggu (1358 M)
Mengenai pengaturan tempat-tempat penyeberangan di Bengawan Solo.




Prasasti Candi Sukuh (1363 M):
Lawase rajeg wsi du
K penerep kepeleg
Ne wong medang
Ma karubuh alabuh geni ha
Rebut bumi kacaritane
Babajag mara mari setra
Hanang ta bango
1363

Kata Rajegwesi dimungkinkan sama dengan Pagerwesi yaitu suatu nama daerah di Mojokerto. Karena kata ”Rajeg” sama artinya dengan kata "pager”. Medang juga adalah nama tempat. Kata "babajang" berarti "anak bajang” yaitu anak yang sejak kecil rambutnya belum pernah dicukur dan harus diruwat. Kata "setra” berarti tanah lapang atau tempat upacara/tempat ruwatan. Kata "bango” berarti "burung pemakan bangkai/daging”, bisa juga berrti burung garuda. Jadi kalimat "alabuh geni” bisa diartikan "berjuang (merebut daerah)”. Dengan begitu prasati tersebut bercerita tentang seorang (penguasa rajeg wesi) yang berusaha merebut kembali daerahnya yang dikuasai musuh (penguasa medang) denagan cara mencari kekuatan spiritual dengan membangun candi sukuh yang memuat cerita ruatan. (Hengki H. Dkk 2000 : 62-63)




Prasasti Biluluk (1366 M0, Biluluk II (1393 M), Biluluk III (1395 M).
Menyebutkan tentang pengaturan sumber air asin untuk keperluan pembuatan garam dan ketentuan pajaknya.
Prasasti Karang Bogem (1387 M)
Menyebutkan tentang pembukaan daerah perikanan di Karang Bogem.
Prasasti Marahi Manuk (tt) dan Prasasti Parung (tt)
Mengenai sengketa tanah. Persengketaan ini diputuskan oleh pejabat kehakiman yang menguasai kitab-kitab hukum adata setempat.

Prasasti Katiden I (1392 M0
Menyebutkan tentang pembebasan daerah bagi penduduk desa Katiden yang meliputi 11 wilayah desa. Pembebasan pajak ini karena mereka mempunyai tugas berat, yaitu menjaga dan memelihara hutan alang-alang di daerah Gunung Lejar.
Prasasti Canggu (Trowulan I)
Mengenai aturan dan ketentuan kedudukan hukum desa-desa di tepi sungai Brantas dan Solo yang menjadi tempat penyeberangan. Desa-desa itu diberi kedudukan perdikan dan bebas dari kewajiban membayar pajak, tetapi diwajibkan memberi semacam sumbangan untuk kepentingan upacara keagamaan dan diatur oleh Panji Margabhaya Ki Ajaran Rata, penguasa tempat penyeberangan di Canggu, dan Panji Angrak saji Ki Ajaran Ragi, penguasa tempat penyeberangan di Terung.
Prasasti Wingun Pitu (1447 M)
Mengungkapkan bentuk pemerintahan dan sistem birokrasi Kerajaan Majapahit yang terdiri dari 14 kerajaan bawahan yang dipimpin oleh seseorang yang bergelar Bhre, yaitu Bhre Daha, Kahuripan, Pajang, Werngker, Wirabumi, Matahun, Tumapel, Jagaraga, Tanjungpura, Kembang Jenar, Kabalan, Singhapura, Keling, dan Kelinggapura.

Prasasti Waringin Pitu
Prasasti Waringin Pitu dikeluarkan sri maharaja Wijaya Parakrama wardhana dyah Kertawijaya pada tahun saka 1369 bulan marggasira tanggal 15 Suklapaksa hari Rabu Umanis, wuku Kurantil. Dalam penanggalan masehi bertepatan dengan hari Rabu Manis, 15 Pebruari 1447M.
Berisi pengukuhan daerah Waringin Pitu sebagai dharma perdikan (Daerah bebas Pajak) kerajaan bernama Rajasakusumapura karena di daerah ini terdapat tempat pendarmaan sri paduka Parameswara Kertawardhana, ayah sri maharaja Hayam Wuruk yang wafat pada tahun 1386M.
Pihak perdikan dharma Rajasakusumapura berkekuasaan mengadakan peradilan secara mandiri menggunakan hukum adat pada segala jahat yang mengganggu sepenjuru Waringin Pitu. Batas-batas dan letaknya perdikan sima ditetapkan panjang lebar. Prasasti ini menyebutkan pula larangan memasuki atau menginjak tanah suci Rajasakusumapura bagi para pegawai Katrini, yaitu Pangkur, Tawan, dan Tirip. Para pegawai pajak bea cukai baik tinggi maupun rendah dilarang bertugas melakukan segala pungutan di daerah Waringin Pitu.
Bertugas sebagai penulis piagam raja ini adalah Sang Pamegat Jambi Dang Acarya Ekanata, yang putus pengetahuan tentang ilmu mantik dan bahasa sastra, merupakan bhujangga keraton yang harum namanya.
Prasasti Waringin Pitu menyebutkan 14 Keraton bawahan Kertawardana Majapahit:
1. Paduka Bhattara ring Daha Sri Bhattara Jayawardhani Dyah Jayeswari.
2. Paduka Bhattara ring Jagaraga Sri Bhattara Wijaya Indudewi Dyah Wijaya Duhita.
3. Paduka Bhattara ring Kahuripan Rajasa Wardhana Dyah Wijaya Kumara.
4. Paduka Bhattara ring Tanjungpura Manggala Wardhani Dyah Suragarini.
5. Paduka Bhattara ring Pajang Dyah Sureswari.
6. Paduka Bhattara ring Kembang Jenar Rajananda Iswari Dyah Sudarmini.
7. Paduka Bhattara ring Wengker Girisa Wardhana Dyah Surya Wikrama.
8. Paduka Bhattara ring Kabalan Mahamahisi Dyah Sawitri.
9. Paduka Bhattara ring Tumapel Singa Wikrama Wardhana Dyah Sura Prabawa.
10. Paduka Bhattara ring Singapura Rajasa Wardhana Dewi Dyah Seripura.
11. Paduka Bhattara ring Matahun Wijaya Parakrama Dyah Samara wijaya.
12. Paduka Bhattara ring Wirabhumi Rajasa Wardhana Indudewi Dyah Pureswari.
13. Paduka Bhattara ring Keling Girindra Wardhana Dyah Wijaya Karana.

14. Paduka Bhattara ring Kalinggapura Kamala Warnnadewi Dyah Sudayita.

Transkrip dan terjemahan prasasti Petak [Kembangsore] 1486M menurut Muhammad Yamin:


//O//swasti cri cakawarsatita 1408 dyesta masa, titi dacami cukla ma pa ra wuru tolu, aicanyastha grahanacara, citraksatra, twasta dewata kanya raci.


Irika diwaca cru bhatara prabhu girindrawardhana, garbhopatinama dyah ranawijaya, wuddopadeca, hniring de rakryan patih pu thahan, hamagehaken sungsungira bhatara prabhu sang mokta ring mahawicecalaya mwang sang mokteng mahalayabhawana samasung ganjaraning cri brahmaraja ganggadara, decakalanya ring ptak sahampihanyengembu salbak wukir sakendeng sengkernya saprakaraning bhuktinja cri brahmaraja muktiha tke Santana pratisantana,


yananaha paksabhumi salwiraning janmanya marihabhumi, cri brahmarajatah pramanamuktiha, kararaning sinung ganjaran hamrih kadigwijayanira sang munggwing jinggan duk ayun ayun ayunan yudha lawaning majapait.


[Irika Cri Bra] hma [raja Ganggadara] maring ptek sumanggala pura ngaranya, dening kawewnanganing deca ha nuta ring saka wewnanganira cri brahmaraja, acandrarkasthayi, astabhogatajaswamnya, laputa saprakara, wnanga sakalwiranya, mwah yanana mangrudgha sarasa ning andika


pala supracasti, sakalwiran ing janmanya, makadi sang anagata prabhu, dadya bhasmikretayatad ahning kaala kalibhuta picacadi tumpur bhrasta sahananya, astu, am. //O//


Terjemahannya: 

//O// Selamatlah! Pada tahun saka 1408, pada hari bulan yang kesepuluh ketika perduaan bulan djesta sedang naik pada hari pecan Majawulu Minggu paing sedangkan bintang tetap bertempat di tenggara gugusan bulan citra dewata twastr tanda resi perawan.


Pada ketika itulah sri batara prabhu Girindrawardhana dyah Ranawijaya, yang mahir dalam ajaran agama Buda, diiringkan rakryan apatih Pu Thahan, meneguhkan anugerah yang telah dikeluarkan batara prabhu sang mokta ring mahawisesalaya dan sang mokteng ring mahalayabhuwana, dimana mereka berdua telah menganugerahkan atau memberi ganjaran tanah pradesa di Petak berikut lembah dan bukitnya kepada sri brahmaraja Ganggadara, dan segala pengluasan dan pembatasan dan berbagai hasil, hanyalah sri brahmaraja yang diperkenankan memetik hasilnya sampai ke anak cucunya turun-temurun.

Yang menyebabkan sri brahmaraja mendapat anugerah itu ialah karena ia berusaha keras mendukung kejayaan dan kemenangan sang munggwing jinggan [yang bersemayam di Jinggan] ketika terombang-ambing masa kemelut perang melawan Majapait.


Pada ketika itulah sri brahmaraja pergi ke Petak yang merupakan tempat persembahan dengan tanda paling baik. Segala hak desa itu menjadi milik sri brahmaraja selama bulan dan matahari bersinar di langit. Segala hak itu meliputi hawa napsu yang delapan ragam, tedjaswanya, dengan mengalami segala macam hak perdikan dan segala macam wewenang.


Selanjutnya barang siapa melanggar isi perintah Sebagaimana yang termuat dalam prasasti, siapapun mereka, terutama segala raja-raja yang akan datang, mereka akan hancur lebur menjadi abu dan akan menjadi makanan setan laku-laki dan perempuan, juga bagi buta dan picasa. Habis dan rusak binasalah mereka bersama seluruh kepunyaannya. Demikianlah hendaknya. Amien //O//


Prasasti Ngadoman
'ong sri sarasoti kreta wukir hadi damalung uri
ping buwana 'añakra murusa patirtan palemaran hapan yang
widi hani déni yang raditya yang wulan hanele ‘i halahayu
ni dewamanusa yang hanut yang hagawe bajaran tapak tangtu kabah.ha
deni dewamanusa muwah. sang tumon sangng amanah arenge luputa
ring ila ila pad.a kadelana tutur jati yén ana ngabah ta
npa bekel apatik wenang tanpa baktaha histri pitung hajama tan wawa
dona wastu sri syati sakawarsa | 1371
Om Sri Saraswati, gunung Damalung (Merbabu) yang agung dan suci. Engkau adalah kehidupan di buana ini, melingkari, menjelma menjadi manusia, tempat air … sebab Hyang Widi … oleh Dewa Matahari, Dewa Bulan yang menyinari baik buruknya Dewa dan manusia. Juga yang melihat yang punya hati, mendengar dan akan lolos dari apa-apa yang dilarang oleh tradisi. Semuanya sama-sama percaya akan tutur yang sejatinya. Jika ada yang … tanpa memiliki abdi-abdi, mampu tidak membawa seorang wanita, tujuh … tidak beristri dengan sesungguhnya (Pada tahun Saka 1371 (1449/’50 Masehi).


No comments:

Post a Comment