Sunday 23 May 2021

Tafsir sejarah Aksara Kawi

 èëÄÄìà àÜéë üïüïüì å
û£§ ĕߨ •ûß´ - ´∞£  Äõ §û ïààà - óàà å
{ Makna Penggunaan Aksara Jawa Kuna dan Tafsir Sejarahnya }
       Prasasti Ligor 775 M, sesuai dengan namanya diketemukan di daerah LIGOR, sebuah wilayah perbatasan antara Wilayah Thailand  bagian Selatan yg disebut NAKHON SI THAMMARAT atau dikenal juga dengan sebutan TANAH GENTING KRA di wilayah Semenanjung Malaya  bagian Utara.
       Beberapa sejarawan juga menyebutnya dg nama PRASASTI CHAIYA (Chaiya Inscription).
       Prasasti tsb hingga saat ini masih tetap tersimpan dan terawat dg baik dan aman di dalam sebuah kuil bernama WAT SEMAMUEAUNG di wilayah negara THAILAND
       Prasasti Ligor 775 M berbahan batu yg di kenal dg istilah UPALA PRASASTI.
       ßñ®ñ®©û áûú§ß 775 à, memiliki dua sisi permukaan, dimana dikedua sisi permukaan tersebut terdapat guratan Aksara Kuna, masing-masing dikeluarkan oleh dua Tokoh Raja yang berbeda.
        Untuk memudahkan pembahasan, maka  dibuatlah suatu klasifikasi kode, yaitu ÑÑ  yang terdiri dari 29 (duapuluh sembilan) baris dan ÑÑ Ω yang terdiri dari 4 (empat) baris
       Guratan tulisan pada prasasti menggunakan Üç   èÑÄ èê/AWAL dan Ω ÄÜÄçè sebagai bahasa pengantar terjemahan arti peristiwa sejarah masa lalu yg terdapat di dalamnya
       Istilah AKSARA JAWA KUNA TIPE TUA/AWAL mengikuti istilah yg dibuat oleh J. G. de Casparis dalam mengklasifikasi sesuai dg tipe periodisasi paleografi nya, yaitu :
Üç   èÑÄ èê/á yg dipergunakan antara tahun 750 - 925 M.
Üç   àêø
yg dipergunakan antara tahun 925 - 1250 M.
Üç   èÑÄ àÑè yg dipergunakan antara tahun 1250 - 1500 M.
( J. G. de Casparis, Indonesian Palaeography : " A History of Writing in Indonesia from The Beginnings to C. A. D. 1500."
Leiden/Koln: Brill, 1975 ).
       Dalam hal ini penulis tidak menggunakan istilah Üç ÜÑ, mengingat Aksara KAWI umumnya digunakan dalam penulisan Karya Sastra (Kakawin) oleh para Pujangga (Kawi) Nusantara  di masa kemudian.
Istilah KAWI untuk menyebutkan Aksara dan Bahasa Jawa Kuna diprakarsai oleh J. L. A. Brandes, H. Keren, dan Cohen Stuart.
       Menurut pendapat sejarawan Hendrik Kern, dikatakan bahwa Huruf/AKSARA JAWA KUNA bukanlah merupakan perkembangan langsung dari AKSARA PALLAWA yg berasal dari wilayah INDIA SELATAN.
       Pendapat H. Keren tsb di atas didukung oleh penemuan prasasti dg Aksara Pallawa Muda (termuda) yaitu èÑ æÇÇá/GUNUNG WUKIR 732 M dengan membandingkannya pada penggunaan AKSARA JAWA KUNA TIPE TUA/AWAL di çèÑ áêàêÇ/àç 750 M.
     Kedua prasasti sama-sama menggunakan BAHASA SANSEKERTA dan diketemukan di wilayah yg sama, yaitu JAWA TENGAH
       Apabila di kaji secara proses ´§°™®û •ñ°§úßñõû tentunya dibutuhkan waktu transisi yg seharusnya cukup lama, di mana "©û¢°û£" kedua prasasti cukup dekat hanya berselisih waktu = 18 tahun saja.  
       Dengan demikian çèÑ àç/áêàêÇ ( Jumat, 24 Juli 750 M) yg dikeluarkan oleh seorang Tokoh bernama BHANU (Raja ) yg diketemukan di Dukuh Plumpungan, Desa Kauman Kidul, Kabupaten Salatiga , Propinsi Jawa Tengah, merupakan prasasti pertama/tertua yg diketemukan dg menggunakan AKSARA JAWA KUNA TIPE TUA/AWAL (750 - 925 M)
       Prasasti kedua adalah çèÑ øÑää Ñ, 760 M yg menggunakan AKSARA JAWA KUNA TIPE TUA/AWAL dg menggunakan BAHASA SANSEKERTA diketemukan di daerah Dinoyo, Kec. Lowokwaru, Kodya Malang,  Propinsi Jawa Timur.
       Prasasti tsb dikeluarkan oleh Raja Dewa Simha dari Kerajaan Kanjuruhan di wilayah Jawa Timur.
       Prasasti ke tiga adalah çèÑ áÑÇäç, 775 M
yang ditulis dengan menggunakan AKSARA JAWA KUNA TIPE TUA/AWAL baik untuk sisi A maupun sisi B (dua sisi) dan menggunakan BAHASA SANSEKERTA.
   Di Thailand  prasasti ini dikenal dengan nama PRASASTI WAT SEMA MUANG diketemukan di kota NAKON SI THAMMARAT atau yg lebih dikenal dg sebutan nama LIGOR di provinsi WIANG SA (Vieng Sa).
       Prasasti ke empat adalah çèÑ çÑ çèÑ, 13 April 787 M, yg ditulis menggunakan AKSARA JAWA KUNA TIPE TUA/AWAL dan kemungkinan munculnya awal penggunaan BAHASA JAWA KUNA di dalam penggunaan bahasa pengantar penterjemahan sebuah aksara dalam prasasti ()
       Di bagian akhir prasasti disertakan nama seorang penulis prasasti sebagai sebuah jabatan penting, yaitu CITRA LEKHA bernama SANG WAYUR SAPACARLA.
è´¨¨≠ †®´ üïüïüì å  
èçÜçÑÑ dan èÄçÄà { °û †®ñßñ dan °û Ωññ®ñ pada ÑÑ  dan ÑÑ Ω }.
       Di dalam penyajian secara ALIH AKSARA dan ALIH BAHASA  mengikuti versi GEORGE COEDES (1886 - 1969) dan LOUIS CHARLES DAMAIS (1911 - 1966)
ÑÑ  (Baris ke 1-29) :
°û †®ñßñ baris 1 - 13 :
(1) || "... visāriņyā kīrttyā naya vinaya śaurayya 'sruta sama kşama (2) dhairyya tyāga dyuti matidayādyakşaya bhuvāparam yasyā (3) krāntā
bhuvanakutubhujām kīrttivisarā mayūkhās tārāņām śaradi (4) tuhināńśor iva rucā ||guņānăm ādhāras tuhinagiri (5) kūţādhikarucā guņādhyānām pumsām api jayati yas tuńga (6) yasa sām maņīnām bhūrinām duritabhidudan vāniwa mahā (7) n manijyotir lekhāvalayiśirasāń cāpi phaņiňam ( dhanavikalatābah nijvālā valik şapi tāsayā yama (9) bhipatitā ye te svāmyam param samupāgatāh hradami (10) va gajā nityā ko - ~ pannaśubhāmbhāsam savitari ta (11) pasty agre sevyum saroja rajo ruņam ||guņabhŕtam upa (12) gamya yam guņādhyā~~~~rā manumā samam samantat (13) madhusamayam ivām rakesarādyāś śriyam adhikān dadhate ma (14) hīruhendrāh..." ||
°û Ωññ®ñ baris 1-14 =
|| "...Kejayaan yg telah menjadi kekal abadi akibat sikap berhati-hati, rendah hati, pengetahuan, keheningan, jiwa, kesabaran, keberanian, kemurahan hati, keagungan, kecerdasan, rasa iba hati, dan sifat-sifat mulia lainnya.
(Kekayaan itu) Sambil menyebar, memudarkan sama sekali, pancaran kejayaan raja-raja sebagaimana terang cahaya bulan di musim gugur (memudarkan).
Cahaya bintang, lagi pula (Raja) yang merupakan wadah segala kebajikan itu, di dunia yang ini menjadi (dukungan) orang-orang yang penuh kebajikan, secerlang puncak-puncak Himalaya, dan yang sangat masyur.
Sebagaimana pula samudra besar pembasmi keburukan yang (menjadi wadah) sejuta permata, merupakan (wadah) Kaum Naga yang tudung kepalanya dikelilingi kalangan cahaya permata.
Setelah mereka yang hatinya tadinya dimakan jilatan api ke-papa-an, datang menemuinya, mereka menyerahkan diri pada kekuasaannya yang luar biasa.
Sebagaimana pula gajah-gajah, apabila matahari sedang terik, mempunyai kebiasaan mencari keteduhan dalam kolam dengan air heningnya
yang telah surut, dan yang disepuh serbuk sari bunga seroja.
Orang-orang baik budi, yang dari segala sudut mendekati raja yang penuh kebijakan dan mirip Manu.
Karena... itu, menerima darinya kekayaan (≈õrƒ´ = cahaya) yang besar sekali, sebagaimana (menjelang) musim semi, raja-raja pohon;
mulai dari pohon mangga, dan Kesara {menerima keindahan (≈õrƒ´ = cahaya) yang luar biasa}..." ||
°û ñ†®ñßñ baris 15 - 16 :
|| "... jayati ayam śrivijayendrarāja (15) samantarājārccitig māsanaśrih prasastadharmma sthiraton mukhena (16) vinirmmito viśvasjeva yatnāt... "
°û Ωññ®ñ baris 15-16 =
|| "... Jayalah Raja Sriwijaya, yang Sri (cahaya) nya dihangatkan tempat duduknya oleh sinar-sinar yang dipancarkan raja-raja sekitarnya, dan diciptakan dengan tekun oleh Brahma, seakan-akan Dewa ini hanyalah memikirkan langgeng nya Dharmma yang masyur itu... " ||
°û †®ñßñ baris 17-19:
|| "... çrīvijayeśvarabhūpati- (17) r emaguņo ghanakşitita lasarvvasaman [tanrpot tama ekah (18) sthāpita aişţikagehavaratrayam etat kajarakaramārani sūdana [bajrinivāsam... " ||
°û Ωññ®ñ baris 17-19 =
|| "... Sang Raja Sriwijaya, Satu-satunya Raja Agung di antara raja-raja di seluruh muka bumi, telah mendirikan ketiga bangunan bata yang indah ini bagi Kajakara ( = Padmapani), bagi Pembasmi Mara ( = yaitu Sang Buddha-Sakyamuni), dan bagi Wajrin ( = Wajrapatni)... " ||
°û †®ñßñ Baris 20 - 21:
|| "... sa~tam etat tri samaya caitya niketam (20) n daśadigavasthitasavvaji sarvvajagatmalabhū [nottamadattam (21) dharakuli avaram tribhavavibhutiviśeşadam
[amarapadam... " ||
áû Ωññ®ñ Baris 20 -21 =
|| "... Kediaman Dewata itu yang terdiri dari Tiga Caitya berkelompok, (yang dapat disamakan) dengan sebentuk intan yang indah di tengah-tengah gunung kotoran jagat raya, dan yang memberi kecemerlangan istimewa kepada ketiga dunia, telah diserahkan kepada yang terbaik di antara Para Jina yang mendiami kesepuluh penjuru... " ||
°û †®ñßñ Baris  22 - 25:
(22) || "...punar api jayantanƒÅma rƒÅjƒÅsthaviron≈ïpena saniyuktah st≈´ (23) patrayam asi kurvvity atas satad idan tatkƒÅ k≈ïtawƒÅn... " || "... svarite (24) smims tacchisyo dhimuktir abh≈´cca tƒÅ matas sthavirah istikacai (25) tyadvitayam caityƒÅntika  k≈ïtavan... " ||
°û Ωññ®ñ Baris 22-25  =
|| "... Lalu, ketika penjaga kuil kerajaan yang bernama JAYANTA menerima dari raja perintah yang mulia ini:  "Buatlah tiga stupa ".
Dibuatnyalah stupa-stupa.
Setelah JAYANTA itu meninggal, muridnya yaitu ;
STHAWIRA ADHIMUKA selanjutnya membuat dua CAITYA dari batu bata di dekat ketiga CAITYA sebelumnya (yang didirikan) oleh Raja itu... " ||
°û †®ñßñ Baris 26-28:
|| "... vŕddhyā(26)pte sākarāje mumna vara sakair mmūdhavai kādasāhe sukle ke(27)līralagne bhrgusutasahite sahite cāryyamaň jrotirāryyedewe(28) ndrabhena ca... " ||
°û Ωññ®ñ Baris 26-28 =
|| "... Sesudah berlalulah (tahun) Sakaraja (yang dilambangkan) dengan muni ( =7), nawa ( = 9) , rasa ( = 6)  = 697 Syaka = 775 Masehi, Maghamasa,11 paruh terang, bulan Madhawa, ketika Matahari terbit diiringi Bintang Kejora (Venus), dalam Makara (Cancer)... ||
°û †®ñßñ Baris 29 :
|| "... Çrivijayaņrpatinaryak şiti sottamena trai(29)lokya i karya cintāmaņi vapuşa i [ha sthā] parās[t]upa~~..." ||
°û Ωññ®ñ Baris 29 =
|| "... Raja Sriwijaya yang bagaikan Raja Para Dewa yang mengungguli Raja-Raja lainnya, yang rupanya seperti CINTAMANI, yang memperhatikan ke tiga dunia
( TRILOKYA), telah mendirikan STUPA... " ||
{ G. Coedes, 1918: 26 - 30 }
èÑê ÑÑ (Deskripsi) .
ÑÑ   (Baris 1-29) =
      Baris ke 1-14 berisi tentang puji-pujian terhadap sosok seorang raja (Sriwijaya).
       Baris ke 15-16, untuk pertama kali sosok Raja Sriwijaya tanpa identitas nama dan gelar disebutkan dalam sebuah pujian sebagai : "... Jayati ayam çÑëÑÄøçç... "
(Jayalah Raja Sriwijaya)
       Baris ke  17-19, untuk kedua kali sosok raja Sriwijaya  disebutkan sebagai çÑÑÄçΩêèÑ yang memerintahkan pengikutnya mendirikan tiga bangunan suci (TRISAMAYA CAITYA) bagi Tiga Bodhisatwa; Mara (Iblis Sang  Perusak), Padmapani (kajakara) dan Wajrapadni (bajrini).
        Baris ke 20-21, tentang pujian keistimewaan akan kemegahan nan magis terhadap ketiga bangunan;  èçÑà æÑè yang terbuat dari bata merah tsb.
       Baris ke 22-25, menceriterakan tentang seorang pengikut setia Sang Raja Sriwijaya yg menerima perintah mendirikan ketiga bangunan STUPA ; TRI SAMAYA CAITYA yang bernama JAYANTA.
Setelah ketiga bangunan suci tersebut rampung berdiri, JAYANTA meninggal dunia.
Selanjutnya muridnya bernama STHAWIRA ADHIMUKA meneruskan dengan menambahkan dua
buah CAITYA yang terbuat dari batu bata di dekat ketiga CAITYA yg ada sebelumnya.
       Baris ke 26-27 , menguraikan tentang èçÑÜ çèÑ.
       Mengingat Prasasti Ligor tersebut dikeluarkan pada Bulan Mmudhawai = Maghamasa = bulan ke 11 ( Januari - Pebruari ) maka mengikuti rumusan untuk pembacaan Tahun Syaka ke Tahun Masehi ditambahkan + 79 tahun, sehingga pembacaan yang benar untuk Tarikh Prasasti Ligor adalah tahun 776 M
       Sedangkan untuk perhitungan di luar bulan tersebut, yaitu bulan : Caitra, Waisyaka, Jyesta, Asada, Srawana, Bhadrawada, Asuji,  Kartika, Margasira, Pasya, dan Phalguna, ketentuannya tetap ditambahkan +78 tahun
(Goenawan A. Sambodo, Dari Prasasti ke Prasasti. Komunitas Taksaka, 2020:28).
       Hasil perhitungan matematis menurut rekan ANJRAH WIDAYAKA adalah:
WARA : wa ( Was),
               wa (Wage),
               ra (Raditya=Minggu).
WUKU:  Kuruwlut  (ke-17).
WULAN: Magha (Januari-Pe-
                  bruari).
Ekuivalen : 7 JANUARI 776 M
       Baris ke 28-29, untuk yang ketiga kalinya disebutkan sosok raja Sriwijaya dengan  çÑÑÄçèÑ yang dipuji sebagai penguasa Tiga Dunia (Trailokya) bagaikan Sang CINTAMANI selaku
pendiri stupa .
ÑÑ Ω (Baris 1 - 4) :
°û †®ñßñ (Baris 1-4) :
(1)|| "...swasti.
yo' sau rājādhirājas sakalaripugaņadhvāntasūryyo(2)pamaikas svaujobhih kāntalakşmyā saradamalaśaśi manmathābho vapu(3)şman vişnņwākhyo' seşarvvārimadavimathana's ca dvitīyas svaśaktyā sau(4) yam śailendravańśaprabh[u] nigadatah srī mahārājanāmā|| taskya ca sakalara...."
°û Ωññ®ñ Sisi B (baris 1-4) :
Versi Ç. æäÄøÄ =
(1918)
|| Selamat !
Rajadhiraja ini; satu-satunya yang karena cemerlangnya dapat disamakan dengan Matahari 'yang menghalau' malam, yaitu rombongan semua musuh-musuhnya itu.
Yang dengan keindahannya penuh pesona mirip bulan musim gugur tanpa cela.
Yang rupanya seperti Titisan Kama.
Yang rupanya seperti Wisnu. Pemimpin Wangsa Sailendra bernama Sri Maharaja.... "||
Versi áèÄç ÑæÄáÄ:
(1918)
|| Selamat !
RAJADHIRAJA yang karena semangatnya/kegemilangan nya bersifat tunggal bagaikan Sang Matahari penghalau kegelapan.
Yang diwujudkan oleh gerombolan semua musuhnya.
Yang karena ke rupawan annya, yang memikat/karena keindahan bulan Kanta, adalah bulan di musim gugur aqyang tiada cacatnya.
Dan yang karena daya pikatnya, memiliki rupa  seperti MANMATHA (RAJA) itu bernama WISNU.
Yang berkat kepercayaannya bagaikan DEWA WISNU,
yang Penghancur Kesombongan semua Musuhnya ( = SESARWARIMADAWIMATANA),
dan yang dinamakan SRI MAHARAJA, untuk mewujudkan bahwa asal-usulnya dari KELUARGA RAJA SAILENDRA, tentangnya... ||
Versi á. æΩç (1965) :
||    Selamat  !
(Tafsiran tarikh pemindahan dari bagian SISI A baris ke 26-27, DIHILANGKAN Guna penyamaan persepsi terjemahan )
Ia (yang) adalah Maharaja dari semua raja (yang) (=RAJADHIRAJA) melalui kekuasaannya (seperti) DEWA SURYA (Matahari) itu sendiri menghalau kegelapan (dalam bentuk) semua musuhnya.
Ia (yang) berwajah sungguh sempurna (bagaikan) bulan purnama di musim gugur yang tanpa cela (dan) bagaikan  DEWA KAMA itu sendiri.
Ia (yang) bagaikan DEWA WISNU (yang) secara keseluruhan (memusnahkan) kebanggaan semua musuh-musuhnya.
Dan (yang) dengan (memperlihatkan) semua kehebatannya seketika itu juga.
Ia (yang) masyur itu dikenal dengan sebutan SRI MAHARAJA, karena ia berasal dari (keturunan) SAILENDRA WANGSA,
dan tentang dirinya... dari semua raja (?)... ||
èû£üñ™ñ£ û®û Ω (Baris 1-4) =.
      Dari penyebutan di bagian pembuka (manggala) prasasti pada umumnya yang digunakan di  Asia Tenggara, maka sebutan pada SISI B, yaitu ëèÑ yang berarti; SELAMAT  (Beruntung, Berhasil, Makmur, Bernasib baik) ber indikasi sebagai bagian a wal pembacaan prasasti dimulai.
        Sedangkan untuk bagian awal pembukaan (manggala) yg digunakan pada SISI A, yaitu dimulai dengan kata VISƒÄRI≈YƒÄ , yang berarti "menyebar, maju/tampil ke depan", berasal dari akar kata VISARIN yang tidak umum dan berbeda  dalam tradisi penulisan Prasasti Sansekerta di Asia Tenggara (Monier-williams, 1899:1001, 1283).
         Kalimat pendek berikutnya menyebutkan çøÑç, yang dapat diartikan sebagai RAJA dari SEGALA RAJA (King of King's)  
       Pada baris ke-3 disebutkan kata ëÑêëÜä yang berarti memiliki penampilan bagaikan WISNU ( Coedes, 1918: 32; 1959:47;  Coedes & Damais, 1992: 110).
          Selanjutnya diikuti oleh julukan (Epiteton = Epithets) sebagai çëëçÑàøëÑàè, yang berarti: " à£úñ£™ß†ñ£ Üóñ£úúññ£ ¢™ñ à™®™£Æñ" ( Coedes, 1918: 29;  Coedes & Damais, 1992: 108).
       Pada baris ke 4 disebutkan secara jelas dan terperinci seorang raja/penguasa dari Dinasti /Wangsa/Keluarga Sailendra;
ÑáÄøçÇçΩê yang bernama çÑ àç (çÑ àçà).
áÑ (KAJIAN ÜäèÄÜèêá- ÜäàçèÑÅ).
         Berdasarkan penyajian dan tinjauan data di atas bahwa Prasasti Ligor 775 M memiliki arti keterkaitan satu sama lain antara Sisi A dengan SISI B, yang didasarkan kepada beberapa bukti antara lain :
ÄÇÇê Üç   èÑÄ èê.
         Adanya penggunaan Aksara yang sama, yaitu Üç   èÑÄ èê (750-925 à) pada ÑÑ  dan ÑÑ Ω, tentu sebagai sebuah indikasi adanya pengaruh  ÑÇçè (Tokoh Raja dan Kerajaan) terhadap Penguasa Sriwijaya.
       Perbedaan secara signifikan tampak pada gaya dan corak penulisan Aksara Jawa Kuna pada bagian Sisi-A dengan Sisi B yg disebabkan oleh faktor subjektif masing-masing ñ£ú æû©ßñ á†ñ (Petugas Kerajaan  Penulis Prasasti).
       Namun demikian adanya penggunaan Aksara Jawa Kuna tersebut sangat besar kemungkinan adanya keterkaitan yang erat antara kedua isi maklumat pada kedua sisi prasasti ; sehubungan dengan dua orang tokoh penguasa, yaitu RAJA çÑÑ dan RAJA  ÑáÄøç, berkaitan dengan pendirian  monumen èçÑà æÑè yang dibangun secara berkala sebelum tahun  775 M (776 M).  
       Tentang bagaimana, kapan, untuk tujuan apa penguasa /Raja Jawa menggunakan pengaruhnya melalui Penggunaan Aksara Jawa Kuna melalui penulisan sebuah prasasti sebagai maklumat/titah/perintah penetapan hingga ke  Wilayah Ligor (Perbatasan Wilayah Semenanjung Thailand  dan Malaya ) ; tentu memiliki satu alasan, yaitu untuk sebuah KEPENTINGAN  POLITIK (HEGEMONI) KEKUASAAN.
       Namun bagaimana proses tersebut berlangsung
akan tetap menjadi sebuah misteri  dan  dilematika
ÄÇÇê Üè ÄàΩêÜ (àÇÇá) çèÑ.
       Menurut penilaian beberapa orang Sejarawan
tentang arti dan makna  penulisan PRASASTI LIGOR  775 (776 ) M, yaitu diantaranya:
àêàøç :
Menduga bahwa kedua sisi (SISI A dan SISI  merupakan dua halaman prasasti yang berbeda ( Majumdar, 1933: 122).
æäÄøÄ :
pada awal mulanya mengira bahwa teks dalam Prasasti Ligor 775 M merupakan satu kesatuan prasasti. Pada akhirnya dia mengikuti tesis Majumdar, bahwa terdapat perbedaaan di kedua sisi prasasti (SISI A dengan SISI .
Pada SISI-A ; menyebutkan seorang penguasa Raja (nrpa, nrpati, bhupati, indra raja) dan mungkin Raja dari Segala Raja ( isvarabhupati) SRIWIJAYA.
       Sedangkan pada SISI-B menyebutkan Penguasa SAILENDRA dengan MAHARAJA (great king) dan RAJADHIRAJA (king of kings) (Coedes, 1918: 2-3; 1959: 42-48; Coedes & Damais 1992: 103-111).
àäÑÄç-ÑááÑà: memperhitungkan dengan  adanya kata pembuka (manggala) pada kedua sisi prasasti, yang dimulai dari SISI-B dg adanya kata ëèÑ yang berarti "selamat/keberuntungan" (fortune, luck, succes, prosperity).                Namun pada bagian SISI-A kata  pembuka dimulai dg kata  ëÑçÑ, yang berarti "menyebar" (spreading, diffusing, coming forth) yang keluar dari akar kata ëÑçÑ yang tidak umum digunakan di dalam tradisi penulisan Prasasti Sansekerta di kawasan Asia Tenggara (Monier-Williams, 1899: 1001, 1283).
Ωäæ:  
Mengemukakan bahwa Prasasti Ligor merupakan teks tunggal, yang menyarankan agar teks dg aksara yang sama tersebut harus dibaca dimulai dari SISI-B berlanjut ke SISI-A (Bosch, 1941: 26-38).
       Dari beberapa thesa di atas sebagai landasan teori untuk digunakan sebagai langkah awal pembacaan Prasasti Ligor yang memiliki dua sisi halaman yang berbeda (SISI-A dan SISI-B) dengan pembahasan dimulai dari SISI B
ÑøÄèÑÅÑÜÑ èäÜä ç
ÄΩÇÑ ÄÇê.
ÑÑ-Ω (Bagian Awal) =
‚Ä¢ çøÑç (Baris = 1:
   Raja dari segala Raja /King
   of Kings).
‚Ä¢ ëÑëÜä ÄçëëçÑ
   àøëÑàè (Baris :
   3 =  Bagaikan WISNU,
   Menghancurkan Kebangga-
   an Semua Musuhnya
‚Ä¢ ÑáÄøç ëÇ  ç-
   Ωê (Baris : 4 = Raja dari  
   Wangsa Sailendra).
‚Ä¢ çÑ àçà.    
   (Baris : 4 = Bernama  Sri     
   Maharaja).
       Siapakah seorang tokoh yang dimaksud, bernama çÑ àç ()  yang bergelar sebagai çøÑç atau RAJA DARI SEGALA RAJA (KING OF KINGS) dan dijuluki (Epiteton) ëÑëÜä ÄçëëçÑàøëÑàè ( = Ωñúñû†ñ£ û®£™ à£úñ£™ß†ñ£  Üóñ£úúññ£ ¢™ñ à™®™£Æñ ), seorang raja yang berasal dari WANGSA SAILENDRA  (ÑáÄøç  Ç çΩê)
       Secara analisa kontekstual terdapat beberapa sumber primer yang menyebutkan julukan/EPITON (epithets) seorang raja dari WANGSA SAILENDRA (Sailendra wangsatilaka) , diantaranya adalah :
1) çèÑ ÜÄáêçÜ 782
     M:
     ëÑçÑëçëÑçëÑçàç-
     ø = " £úñ£™ß
     ñ°ñ¨ñ£ à™®™ èßóñû† "
     mengacu kpd tokoh SRI
     SANGGRAMADHANAN-
     JAYA.
2) çèÑ áÑÇäç 775 M:
     çëëçÑàøëÑà-
     è = " à£úñ£™ß-
     †ñ£ Üóñ£úúññ£ ¢™ñ
     à™®™£Æñ ", yang menga-
     cu pada SRI MAHARAJA
     RAJADHIRAJA
3) çèÑ áø 843-
     850 M:
      SRIVIRAVAIRIMATHANA   
       =  " £Æû†®ñ/ß™®ñ†
       èߢñ®Æ™ß ñßû à™®™   
       ¢óßñ£û ", yg mengacu
       kepada seorang RAJA
       JAWA (YAVABHUMIPA-
       LAH) kakek BALAPUTRA
       
(Coedes, 1918: 29; Coedes & Damalis, 1992: 108; Nilakanta Sastri, 1949: 126-127).
       Dari uraian analisa kontekstual di atas dapatlah disimpulkan bahwa yang dimaksud çÑ àç  à  yang dijuluki sebagai çøÑç  (Raja dari Segala Raja) dg epiton  "Ωñúñû†ñ£ û®£™ à£úñ£™ß†ñ£  ¢™ñ à™®™£Æñ" (ëÑëÜä ÄçëëçÑàøëÑàè) dan berasal dari SAILENDRA WANGSA (ÑáÄøç ëÇ çΩê) adalah IDENTIK dengan tokoh Raja çÑ ÇÇçàø
(Prasasti Kelurak 782 M) atau yang disebut sebagai ç   (Æñ´ñó™¢û) yang menikah dengan èç anak øçàÄèê yang berasal dari Ç äà (rajnyah somakulanvayasya maharaja sri dharmasetoh suta) merupakan ÜÜÄÜ dari  Ωáêèç Raja çøÑ yang juga berasal dari Ç ÑáÄøç  ("... ñû°£ßñ´ñ£®ñ©û°ñ†§ ñ´ñó™¢û•ñ°ñ... " ) = baris ke-52 Prasasti Nalanda 843-850 M).
(Nilakanta Sastri, 1924: 322-324: 1949: 126-127).
ÑÑ  (Bagian Akhir) =
       Intisari tentang makna ditulisnya bagian SISI A Prasasti Ligor (7 Januari 776 M) adalah adanya seorang Raja Penguasa Kerajaan Sriwijaya yang disebut bbrp kali dengan julukan (Epiton) :
‚Ä¢ çÑÑÄøçç
   (Baris ke-11).
‚Ä¢ çÑÑÄçΩê-
   èÑ (Baris ke-16).
‚Ä¢ çÑÑÄçèÑ
   (Baris ke-28).
yang memberikan perintah pada waktu  sebelumnya kepada pengikutnya bernama è untuk mendirikan sebuah kuil/ñû©Æñ bernama èçÑ à.
ÜäèÄÜèêá- ÜäàçèÑÅ ANTARA ÜÄøê ÄÇê;  RAJA çÑÑ DENGAN DENGAN SRI MAHARAJA ÑáÄøç
      Secara kajian  ÜäàçèÑÅ, adanya gelar penguasa yang disandang oleh kedua Raja di atas tampak sangat berbeda jika diperbandingakan dan dikaitkan satu sama lain akan memiliki arti dan penafsiran yang berbeda pula.
       Penguasa çÑÑ  hanya menggunakan  Epiton
(SRIWIJAYA)-Ñøç ç, (SRIWIJAYA)- ÑçΩêèÑ, (SRIWIJAYA)-ÄçèÑ.
       Adanya Epiton ΩêèÑ, mengindikasikan status sebagai raja bawahan (´ñ®ñ°) dari sebuah pengaruh kekuasaan yang lebih dominan di atasnya
         Perbedaan sebaliknya lebih dominan pada Epiton yang digunakan oleh Penguasa SAILENDRA, yaitu
RAJA DHIRAJA yang berarti penguasa atas  RAJA dari SEMUA/SEGALA/SELURUH RAJA (Üû£ú §õ Üû£ú'®), yang merupakan gelar kebesaran dari SRI MAHARAJA
         Dengan demikian dapat disimpulkan secara ÜäèÄÜèêá bahwa hubungan dan kaitan àÜ antara ÑÑ Ω dan/dengan ÑÑ  ;  PRASASTI LIGOR (7 Januari 776 M) adalah èÑè/PERINTAH dari/oleh RAJA PENGUASA TERTINGGI (RAJADHIRAJA-SRI MAHARAJA) SAILENDRA kepada RAJA SEKUTU BAWAHANNYA (VASAL) SRIWIJAYA untuk menjalankan tugas amanah pembangunan èçÑ-à æÑè
       Kejadian/Fenomena di  atas tentu terjadi sebagai akibat adanya  SEBUAH KEPENTINGAN, terutama POLITIK HEGEMONI KEKUASAAN akibat perseteruan yang telah berlangsung sejak seabad yang lalu (Abad ke VII)
       Di dalam pengkajian isi PRASATI LIGOR (7 Januari 776 M) terdapat sebuah fenomena sejarah di Abad ke VIII M tentang øäàÑÑ  ç  (Æñ´ñó™¢û•ñ°ñ = kakek Balaputradewa) çÑ ÇÇçàø yang berasal dari Ç ÑáÄøç (ñû°£ßñ- ´ñ¢®ñ©û°ñ†§) yang mendominasi SRIWIJAYA hingga  ke wilayah kekuasannya di LIGOR ; Semenanjung THAILAND - MALAYA
           Dari sebuah Dominasi Kekuasaan tersebut kemudian dimunculkan sebuah Pakta /áÑÑ/Persekutuan bersama  secara Politik di dalam menjaga dan menguasai jalur perdagangan di wilayah strategi Selat Malaka (jalur perdangan CINA , INDIA , ASIA TENGAH, dan  EROPA), bahkan kemungkinan besar terdapat indikasi  kerja sama dalam invasi wilayah secara militer ke kawasan Asia Tenggara  bagian Utara.  
        ø§¢û£ñ®û Penguasa ÑáÄøç terhadap kekuasaan çÑÑ dapat dibuktikan dengan beberapa indikasi antara lain ; disebutkan dalam Catatan Berita Cina   Jaman Dinasti Tang (618-690 & 705-907 M) tentang pengiriman duta utusan terakhir dari Ñ-áÑ-Åä-Ñ (SRIWIJAYA) pada  tahun 742 M.
Bahkan  dominasi Sriwijaya semakin melemah setelah wilayah yang dikuasainya berdiri secara otonom dg masing-masing wilayah mengirimkan duta utusan ke China  , yaitu antara lain ;
ÇÄ-áä (Kedah di Malaysia) pada tahun 742 dan 759 M, Ä-áÑÇ antara tahun 768 - 818 M, Ä-ä antara tahun 820 - 873 M, dan ï-ΩÄÑ (Jambi di Sumatra ) mengirim duta utusan pada tahun 852 dan 871 M (Jordan & Colles, 2009: 67-69).
        Indikasi lain adanya bentuk áÑÑ (Persekutuan)  ditunjukan dg beberapa bukti invasi militer gabungan (Pakta) antara pasukan  Ä-ä (JAWA) dan Üê-áê (SRIWIJAYA ?) yang menyerang wilayah TONKIN di VIETNAM pada tahun 767 M (Coedes, 1968: 91).
       Dua buah Prasasti peninggalan Kerajaan Campa dengan kode C-38 bertarikh 784 M dari ä-Çç wilayah Nha-Trang, Propinsi Khan-Hoa dan Prasasti lainnya berkode C-25 bertarikh antara 799-800 M dari Ç-èÑÜê di wilayah Propinsi Ninh-Thuan, menceriterakan tentang invasi militer besar-besaran melalui pelayaran laut dari  yang dilakukan beberapa kali antara tahun 774 dan 787- 788 M (stanza VI = "... £ñ´ñúñ©ñûß üüñ´ñ´ñ°ñ®ñ£úñûß  ...")
(Bergaigne, 1893: 207-218, 242-260; Majumdar: 1927: 41-44, 46, 50-56).
       áÑÑ atau sebuah persekutuan bersama jangka panjang antara ÄÇê ÑáÄøç dengan ÄÇê çÑÑ ini berlangsung cukup lama, yang kemungkinan selanjutnya dijalin melalui hubungan kekerabatan perkawinan antar anggota kedua penguasa tsb, seperti yang dilakukan oleh kakek BALAPUTRADEWA, yaitu ç  çÑ àç ÇÇçàø yang menikahi TARA putri RAJA SRI DHARMASETU dari WANGSA SOMA () = "...ßñü£ñ ®§¢ñ†™°ñ£´ñÆñ®Æñ ¢ññ©ñ ®ßûñߢ¢ñ®©§ ..."
(perlu sebuah kajian lebih lanjut secara teliti dan mendalam ).
       Ωáêèç merupakan penerus PENGUASA ÑáÄøç  di ç øÑ (Prasasti Lempeng Tembaga Nalanda 843-850 M: "...®™´ñߣñ´û•ñ-ñû•ñ¢ññßñüñ-®ñû°£ßñ´ñ£®ñ©û°ñ†§-Æñ´ñó™¢û•ñ°§. ...")
       Diperkirakan masa kekuasaannya tidak sekuat kakeknya, dimana Raja ñÆñ¨ñߢñ£ ÑÑ di Kamboja mendirikan Üßñüññ£ Ü¢ß dan melepaskan diri dari pengaruh kekuasaan Jawa pada tahun 802 M.
       Sang kakek ;  çñüñ ñ¨ñ ßû àññßñüñ ñ£úúßñ¢ññ£ñ£üñÆñ diperkirakan pula telah wafat pada tahun 792 M (ßñ®ñ®©û àñ£ü™®ßûúßñ 792 M)
       Hubungan bilateral antara Sriwijaya dengan Cina  terputus sejak penghentian duta/utusan terakhir dari û-°û-õ§-®û (Sriwijaya) pada tahun 742 M di Jaman Dinasti Tang (705-907 M), sebagai akibat Dominasi SAILENDRA di Abad ke VIII-IX M.
       Keadaan tersebut berlangsung cukup lama hampir sepanjang 100 tahun, yaitu dari tahun 742 - 904/
960 M. ()
      Keadaan  tersebut bisa  kita maklumi bersama, mengingat  pada masa pemerintahan BALAPUTRADEWA di SUWARNADWIPA ( = SUMATERA yg merupakan bagian wilayah kekuasaan SRIWIJAYA) tidaklah menjalin hubungan diplomatik dengan CINA di jaman Dinasti Tang II (705 - 907 M), melainkan dengan Dinasti PALA dari BENGALI di Wilayah India Utara, dimasa pemerintahan Raja DEWAPALADEWA (Prasasti Lempeng Tembaga Nalanda 843-850 M).
       Pada tahun 960 M kembali tercatat di dalam Berita Cina  Jaman Dinasti Song-II (960-1279 M) datangnya duta/utusan dari ñ£-õ§-¶û (Sriwijaya) atas nama Ä-áÑ-äê-è-Ñ, yang dimaksud yaitu çÑ êøøÑè.
       Hubungan ÑáÄøç-çÑÑ ini terus berlanjut dg adanya indikasi hubungan diplomatik dengan Penguasa Kerajaan 槰ñ di Wilayah India Bagian Selatan.
       Beberapa Piagam masa pemerintahan çñüñ-çñüñ Ñ (985-1012 M) dari ñ£ú®ñ 槰ñ dari ܧߧ¢ñ£° - Ñ£ûñ °ñ©ñ£ yang ditulis dalam Bahasa Tamil dan Bahasa Sansekerta, masih memberitakan tentang hubungan SRIWIJAYA dan SAILENDRA  hingga awal Abad ke XII M.
       ßñ®ñ®©û ᢕ£ú è¢óñúñ áû£ 1006 à (Berbahasa Tamil dan Sansekerta), pada bagian berbahasa Sansekerta, mengkisahkan bahwa Raja Üè bernama æêáàÑëçà mendirikan sebuah kuil/caitya Buddha di ÇèèÑà.
       Sang Raja mengaku lahir dari lingkungan keluarga ÑáÄøç yang juga penguasa çÑÑ dan memimpin pemerintahan di Üè = "... ®ñû°£ßñ´ñ¢®ñ-®ñ¢ó™©£ñ
®ßû´û®ñÆñû•ñ©û£ñ †ñ©ñ-ñû•ñ©Æñ¢-ñ©ñ£´ñ©ñ... "
(Aiyer, 1933a: 213-266; Nila kanta Sastri, 1949: 128-175; Karashima & Subbarayalu, 2009: 272-273) .
       Nama çÑ æêøàÑçàøÄ juga tercatat di dalam Berita Cina  , yang mengirimkan duta-utusan ke Cina atas nama  Ä-áÑ-æê-á-ê-Ñ-Åê-à-èÑ- pada tahun 988 M.
       Seorang Pendeta Buddha yang berasal dari daerah Benggala-India, bernama èÑ yang mengembangkan ajaran Ω™ñ ëñüßñÆñ£ñ di èûó©, di dalam catatan kerjanya (ø™ßó§ñ°§†ñ) menerangkan. bahwa penguasa ßû´ûüñÆñ£úñßñ di àñ°ñÆñúûßû di ™´ñߣñ´û•ñ adalah çÑ æêøàÑëçàøÄë setelah abad ke X M.
(Coedes, 1966).
       Pada tahun 1003 M, ßû æ™ñ¢ñ£û¨ñߢñ¨ñ membangun sebuah kuil yang didedikasikan kepada Kaisar Cina  yang diberi nama æÄÇ-èÑÄ--äê, yang mengirim duta-utusannya mengatas namakan ®™-°û-©§™-°§-¨§™-£û-õ§-¢ñ-©ûñ§-§™ñ.
(Selamet Muljana, 2006).
            Beberapa orang Sejarawan menghubungkannya dg æñ£û Ω™£ú®™ di à™ñßñ èñ†™®.
(Brill Archives).
      Dimasa pemerintahan ÜêáäèèêÇÇ æäá Ñ ,  seorang anak laki-laki CULAMANIVARMAN bernama
àçëÑäèèêÇÇëçà melanjutkan menyelesaikan pembangunan kuil yang sebelumnya didirikan oleh ayahnya dan diberi nama ÑáÄøç-æêáàÑëçàëÑç (Prasasti Leiden 1006 M).
        Pada tahun 1008 M di dalam catatan Berita Cina  
datang utusan dari negeri San-fo-ts'i mengatas namakan Se-li-ma-la-pi, yang merujuk kepada SRI MARAVIJAYOTTUNGGAVARMAN; putera SRI CUDAMANIVARMAN.
       Identifikasi nama çÑëÑ dengan çÑëÑ adalah satu nama yang sama disebutkan di dalam dua prasasti dari NAGAPATTINAM bertarikh 1014/1015 dan 1015 M.
       Sedangkan sebuah prasasti lain dari NAGAPATTINAM bertarikh 1019 M, menyebutkan tentang seorang duta/utusan dari Raja ÜÑèç, yang merupakan ejaan lain dari kata
Üè dan Üøçà.
(Karashima & Subbarayalu, 2009: 275-276, 278).
        Nama negeri Üè merupakan penggunaan menurut versi dari Bahasa Tamil untuk Üøçà dalam versi Bahasa Sansekerta.
       Pada masa pemerintahan Raja çÄøç æäá Ñ (1012-1042 M) hubungan persahabatan (diplomatik) dari Raja-Raja Wangsa Chola dengan Penguasa ÑáÄøç-çÑÑ di Üè (Üøçà) di era sebelumnya yg terjalin dengan harmonis, rupa-rupanya terputus
      Raja çÄøç æäá Ñ menerbitkan çèÑ èäçÄ 1030 à yang isinya memperingati kemenangan di beberapa wilayah di India  hingga ke daerah Sungai Gangga di India Utara,  hingga ke wilayah Asia Tenggara dan sebagian Nusantara, tak terkecuali salah satunya çÑÑ yang berpusat di Üøçà dengan rajanya berhasil dikalahkan dan ditangkap sebagai tawanan perang bernama ÇÇçàëÑAYäèèêÇÇçà (Baris ke -17, Prasasti Tanjore 1030 M; Coedes, 1918: 6).
        Konon, putera Rajendra CHOLA I bernama WIRAJENDRA I, pernah mengaku menaklukkan negeri KADARAM pada tahun 1068 M, namun kemudian menyerahkannya kembali kepada rajanya (Coedes, 1918: 38).
ÑÜèÑç (†®û¢•™°ñ£).
       Dari uraian analisa di atas; tentang isi (Deskripsi) dan  penafsiran sejarah (Kontekstual-Komparatif) terhadap PRASASTI LIGOR (7 Januari 776 M) dapatlah disimpulkan bahwa adanya penggunaan AKSARA JAWA KUNA TIPE TUA / AWAL (Periode: 750-925 Masehi) yang sebelumnya telah digunakan/berasal dari Golongan Ningrat (Para Penguasa/Raja dan Pejabat Tinggi Kerajaan) di Jawa pada sekitar Abad ke VIII M (750 - 760 M) mengindikasikan adanya pengaruh DOMINASI POLITIK / KEKUASAAN RAJA SAILENDRA terhadap PENGUASA SRIWIJAYA di Wilayah Semenanjung Malaya - Thailand
        Kedua Penguasa  SAILENDRA  dan SRIWIJAYA membentuk sebuah ALIANSI (PERSEKUTUAN) pemerintahan bersama yang dikendalikan oleh RAJA JAWA bernama SRI SANGGRAMADHANANJAYA dari WANGSA SAILENDRA pada Abad ke VIII M (742 - 792/802 M).
       Aliansi atau Persekutuan bersama tersebut tetap berlangsung hingga Abad ke IX M di masa kekuasaan BALAPUTRADEWA di SWARNADWIPA (843/850 - 904
M) sebagai penerus tahta kekuasaan kakeknya SRI SANGGRAMADHANANJAYA, yaitu seorang RAJA JAWA yang berasal dari Wangsa Sailendra (≈rƒ´ MahƒÅrƒÅjƒÅ - Yavabh≈´mipƒÅlah - ≈ailendrava≈Ñ≈õatilako ).
       Pada tahun 960 M,  Raja SRI UDAYADITYAWARMAN seorang Penguasa SRIWIJAYA (San-fo-qi) diperkirakan sebagai penerus Balaputradewa, kembali menjalin hubungan diplomatik dengan Cina
       Pada tahun 988 M , tercatat di dalam Berita Cina  nama seorang raja San-fo-qi (Sriwijaya) bernama SRI CUDAMANIWARMAN.
        Pada tahun 1006 M menjalin hubungan diplomatik dengan penguasa Cholamandala (Koromandel) di India Selatan dengan dianugerahi sebuah desa untuk pembangunan sebuah Vihara Buddha.
        Pada tahun 1008 M , Catatan Berita Cina  menyatakan adanya kedatangan utusan dari negeri San-fo-qi (Sriwijaya) mengatasnamakan Raja SRI MARAWIJOTTUNGGAWARMAN,merupakan putera dari Sri CUDAMANIVARMAN.
         Sri Marawijayottunggawarman melanjutkan pembangunan vihara meneruskan cita-cita ayahnya yang kemudian diberi nama SAILENDRA-CULAMANIVARMAVIHARA.
       Dominasi SAILENDRA-SRIWIJAYA ini kemudian berakhir pada sekitar tahun 1030 M akibat serangan RAJENDRA COLA I, yang mengakhiri hubungan diplomatik dengan SRIWIJAYA dengan mengalahkan dan menawan rajanya bernama  SRI SANGGRAMAWIJAYOTTUNGGAWARMAN yang berpusat pemerintahan di KADARAM (KITARA = KATAHA = KEDAH).
       Pada tahun 1068 M, serangan atas SRIWIJAYA kembali dilakukan oleh putera Rajendra Cola I, yaitu WIRAJEN DRA I terhadap negeri KADARAM.
       Demikianlah kisah jejak ALIANSI SAILENDRA - SRIWIJAYA yang berlangsung selama kurang lebih tiga abad (750 - 1050 M ) lamanya sebagai akibat adanya dominasi politik yang dipelopori oleh Raja Jawa; SRI SANGGRAMADHANANJAYA dari Wangsa Sailendra yang dimulai sejak pertengahan Abad ke VIII M hingga berakhir  di bawah penguasa SRI SANGGRAMAWIJAYOTTUNGGAWARMAN awal Abad ke XI M.
BALI, 17 April 2021
(Penulis: Toni Antoni Putra).
UNGKAPAN TERIMAKASIH  
        Sebagai ungkapan rasa simpati kepada bbrp rekan sesama pemerhati Sejarah Nusantara, tak lupa saya sampaikan rasa Terima Kasih atas segala bantuan berupa sumbangan data dan pemikiran kepada sdr. :
* Goenawan A Sambodo.
* Heri Poerwanto.
* Riff Bend Hall.
* Anjrah Widayaka.

PUSTAKA RUJUKAN:
* Bergaigne, A.: " Inscription
          Sanskrites de Campa du
          Cambodge". Paris, 1893.
* Bosch, F.D.K.: " De Inscriptie
          van Ligor. " TBG 81, 1941.
* Casparis, J.G.de.: "Indonesian
          Palaeography : A History
          of Writing  in Indonesia
          from The Beginnings to
          C.A.D. 1500." Leiden/Koln
          Brill, 1975.
* Coedes, G.: " Le Royaume de
          √árivijaya." Bulletin de l'
           Ecole Fran√ßaise de '
           Extreme Orient." BEFEO,
           1918.
* Coedes, G.: " Linscription de
          Stele de Ligor. Etat pre-
          sent de son Interpreta-
          tion. " Orient Extremes,
          1959.
* Coedes, G. : " The Indianized
          States  of Southeast Asia
          ."  Ed. by W.F. Vella, trans-
           lated by S. Brown Cor-
           ving. University Press of
           Hawai,  Honolulu, 1968.
* Coedes , G & Damais, L. C.:
          " Sriwijaya: " History,
          Relegion & Language of
          an Early Malay Polity ."
          Collected Papers by
          P.Y. Manguin, Kuala Lum-
          pur. Malaysia Branch of
         The Royal Asiatic Society,
         1992.
* Goenawan A. Sambodo. :
          " Dari Prasasti ke Prasas-
          ti." Komunitas Taksaka,
          2020.
* Hirananda Shastri.: " The Na-
        landa Copper-plate of Deva
        -paladeva." Epigraphia XVII,
        1924.
* Jordan R.E. & Colles B.E. :
         " The MaharajaS of the
         Isles; The Sailendras and
         The Problem of Srivijaya."
         University of Leiden,
         Leiden, 2009.
* Majumdar, R.C. : "Ancient Indi-
          an Colonies in The For
          East." Vol-I. Champa, book
          III : The Inscriptions of
          Champa, Punjab,  Lahore,
          1927.
* Majumdar, R.C. : " Notes on
           Sailendra Kings Mention-
            ed in LeèëÄÄìà àÜéë üïüïüì å
û£§ ĕߨ •ûß´ - ´∞£  Äõ §û ïààà - óàà å
{ Makna Penggunaan Aksara Jawa Kuna dan Tafsir Sejarahnya }
       Prasasti Ligor 775 M, sesuai dengan namanya diketemukan di daerah LIGOR, sebuah wilayah perbatasan antara Wilayah Thailand  bagian Selatan yg disebut NAKHON SI THAMMARAT atau dikenal juga dengan sebutan TANAH GENTING KRA di wilayah Semenanjung Malaya  bagian Utara.
       Beberapa sejarawan juga menyebutnya dg nama PRASASTI CHAIYA (Chaiya Inscription).
       Prasasti tsb hingga saat ini masih tetap tersimpan dan terawat dg baik dan aman di dalam sebuah kuil bernama WAT SEMAMUEAUNG di wilayah negara THAILAND
       Prasasti Ligor 775 M berbahan batu yg di kenal dg istilah UPALA PRASASTI.
       ßñ®ñ®©û áûú§ß 775 à, memiliki dua sisi permukaan, dimana dikedua sisi permukaan tersebut terdapat guratan Aksara Kuna, masing-masing dikeluarkan oleh dua Tokoh Raja yang berbeda.
        Untuk memudahkan pembahasan, maka  dibuatlah suatu klasifikasi kode, yaitu ÑÑ  yang terdiri dari 29 (duapuluh sembilan) baris dan ÑÑ Ω yang terdiri dari 4 (empat) baris
       Guratan tulisan pada prasasti menggunakan Üç   èÑÄ èê/AWAL dan Ω ÄÜÄçè sebagai bahasa pengantar terjemahan arti peristiwa sejarah masa lalu yg terdapat di dalamnya
       Istilah AKSARA JAWA KUNA TIPE TUA/AWAL mengikuti istilah yg dibuat oleh J. G. de Casparis dalam mengklasifikasi sesuai dg tipe periodisasi paleografi nya, yaitu :
Üç   èÑÄ èê/á yg dipergunakan antara tahun 750 - 925 M.
Üç   àêø
yg dipergunakan antara tahun 925 - 1250 M.
Üç   èÑÄ àÑè yg dipergunakan antara tahun 1250 - 1500 M.
( J. G. de Casparis, Indonesian Palaeography : " A History of Writing in Indonesia from The Beginnings to C. A. D. 1500."
Leiden/Koln: Brill, 1975 ).
       Dalam hal ini penulis tidak menggunakan istilah Üç ÜÑ, mengingat Aksara KAWI umumnya digunakan dalam penulisan Karya Sastra (Kakawin) oleh para Pujangga (Kawi) Nusantara  di masa kemudian.
Istilah KAWI untuk menyebutkan Aksara dan Bahasa Jawa Kuna diprakarsai oleh J. L. A. Brandes, H. Keren, dan Cohen Stuart.
       Menurut pendapat sejarawan Hendrik Kern, dikatakan bahwa Huruf/AKSARA JAWA KUNA bukanlah merupakan perkembangan langsung dari AKSARA PALLAWA yg berasal dari wilayah INDIA SELATAN.
       Pendapat H. Keren tsb di atas didukung oleh penemuan prasasti dg Aksara Pallawa Muda (termuda) yaitu çèÑ æÇÇá/GUNUNG WUKIR 732 M dengan membandingkannya pada penggunaan AKSARA JAWA KUNA TIPE TUA/AWAL di çèÑ áêàêÇ/àç 750 M.
     Kedua prasasti sama-sama menggunakan BAHASA SANSEKERTA dan diketemukan di wilayah yg sama, yaitu JAWA TENGAH
       Apabila di kaji secara proses ´§°™®û •ñ°§úßñõû tentunya dibutuhkan waktu transisi yg seharusnya cukup lama, di mana "©û¢°û£" kedua prasasti cukup dekat hanya berselisih waktu = 18 tahun saja.  
       Dengan demikian çèÑ àç/áêàêÇ ( Jumat, 24 Juli 750 M) yg dikeluarkan oleh seorang Tokoh bernama BHANU (Raja ) yg diketemukan di Dukuh Plumpungan, Desa Kauman Kidul, Kabupaten Salatiga , Propinsi Jawa Tengah, merupakan prasasti pertama/tertua yg diketemukan dg menggunakan AKSARA JAWA KUNA TIPE TUA/AWAL (750 - 925 M)
       Prasasti kedua adalah çèÑ øÑää Ñ, 760 M yg menggunakan AKSARA JAWA KUNA TIPE TUA/AWAL dg menggunakan BAHASA SANSEKERTA diketemukan di daerah Dinoyo, Kec. Lowokwaru, Kodya Malang,  Propinsi Jawa Timur.
       Prasasti tsb dikeluarkan oleh Raja Dewa Simha dari Kerajaan Kanjuruhan di wilayah Jawa Timur.
       Prasasti ke tiga adalah çèÑ áÑÇäç, 775 M
yang ditulis dengan menggunakan AKSARA JAWA KUNA TIPE TUA/AWAL baik untuk sisi A maupun sisi B (dua sisi) dan menggunakan BAHASA SANSEKERTA.
   Di Thailand  prasasti ini dikenal dengan nama PRASASTI WAT SEMA MUANG diketemukan di kota NAKON SI THAMMARAT atau yg lebih dikenal dg sebutan nama LIGOR di provinsi WIANG SA (Vieng Sa).
       Prasasti ke empat adalah çèÑ çÑ çèÑ, 13 April 787 M, yg ditulis menggunakan AKSARA JAWA KUNA TIPE TUA/AWAL dan kemungkinan munculnya awal penggunaan BAHASA JAWA KUNA di dalam penggunaan bahasa pengantar penterjemahan sebuah aksara dalam prasasti ()
       Di bagian akhir prasasti disertakan nama seorang penulis prasasti sebagai sebuah jabatan penting, yaitu CITRA LEKHA bernama SANG WAYUR SAPACARLA.
è´¨¨≠ †®´ üïüïüì å  
èçÜçÑÑ dan èÄçÄà { °û †®ñßñ dan °û Ωññ®ñ pada ÑÑ  dan ÑÑ Ω }.
       Di dalam penyajian secara ALIH AKSARA dan ALIH BAHASA  mengikuti versi GEORGE COEDES (1886 - 1969) dan LOUIS CHARLES DAMAIS (1911 - 1966)
ÑÑ  (Baris ke 1-29) :
°û †®ñßñ baris 1 - 13 :
(1) || "... visāriņyā kīrttyā naya vinaya śaurayya 'sruta sama kşama (2) dhairyya tyāga dyuti matidayādyakşaya bhuvāparam yasyā (3) krāntā
bhuvanakutubhujām kīrttivisarā mayūkhās tārāņām śaradi (4) tuhināńśor iva rucā ||guņānăm ādhāras tuhinagiri (5) kūţādhikarucā guņādhyānām pumsām api jayati yas tuńga (6) yasa sām maņīnām bhūrinām duritabhidudan vāniwa mahā (7) n manijyotir lekhāvalayiśirasāń cāpi phaņiňam ( dhanavikalatābah nijvālā valik şapi tāsayā yama (9) bhipatitā ye te svāmyam param samupāgatāh hradami (10) va gajā nityā ko - ~ pannaśubhāmbhāsam savitari ta (11) pasty agre sevyum saroja rajo ruņam ||guņabhŕtam upa (12) gamya yam guņādhyā~~~~rā manumā samam samantat (13) madhusamayam ivām rakesarādyāś śriyam adhikān dadhate ma (14) hīruhendrāh..." ||
°û Ωññ®ñ baris 1-14 =
|| "...Kejayaan yg telah menjadi kekal abadi akibat sikap berhati-hati, rendah hati, pengetahuan, keheningan, jiwa, kesabaran, keberanian, kemurahan hati, keagungan, kecerdasan, rasa iba hati, dan sifat-sifat mulia lainnya.
(Kekayaan itu) Sambil menyebar, memudarkan sama sekali, pancaran kejayaan raja-raja sebagaimana terang cahaya bulan di musim gugur (memudarkan).
Cahaya bintang, lagi pula (Raja) yang merupakan wadah segala kebajikan itu, di dunia yang ini menjadi (dukungan) orang-orang yang penuh kebajikan, secerlang puncak-puncak Himalaya, dan yang sangat masyur.
Sebagaimana pula samudra besar pembasmi keburukan yang (menjadi wadah) sejuta permata, merupakan (wadah) Kaum Naga yang tudung kepalanya dikelilingi kalangan cahaya permata.
Setelah mereka yang hatinya tadinya dimakan jilatan api ke-papa-an, datang menemuinya, mereka menyerahkan diri pada kekuasaannya yang luar biasa.
Sebagaimana pula gajah-gajah, apabila matahari sedang terik, mempunyai kebiasaan mencari keteduhan dalam kolam dengan air heningnya
yang telah surut, dan yang disepuh serbuk sari bunga seroja.
Orang-orang baik budi, yang dari segala sudut mendekati raja yang penuh kebijakan dan mirip Manu.
Karena... itu, menerima darinya kekayaan (≈õrƒ´ = cahaya) yang besar sekali, sebagaimana (menjelang) musim semi, raja-raja pohon;
mulai dari pohon mangga, dan Kesara {menerima keindahan (≈õrƒ´ = cahaya) yang luar biasa}..." ||
°û ñ†®ñßñ baris 15 - 16 :
|| "... jayati ayam śrivijayendrarāja (15) samantarājārccitig māsanaśrih prasastadharmma sthiraton mukhena (16) vinirmmito viśvasjeva yatnāt... "
°û Ωññ®ñ baris 15-16 =
|| "... Jayalah Raja Sriwijaya, yang Sri (cahaya) nya dihangatkan tempat duduknya oleh sinar-sinar yang dipancarkan raja-raja sekitarnya, dan diciptakan dengan tekun oleh Brahma, seakan-akan Dewa ini hanyalah memikirkan langgeng nya Dharmma yang masyur itu... " ||
°û †®ñßñ baris 17-19:
|| "... çrīvijayeśvarabhūpati- (17) r emaguņo ghanakşitita lasarvvasaman [tanrpot tama ekah (18) sthāpita aişţikagehavaratrayam etat kajarakaramārani sūdana [bajrinivāsam... " ||
°û Ωññ®ñ baris 17-19 =
|| "... Sang Raja Sriwijaya, Satu-satunya Raja Agung di antara raja-raja di seluruh muka bumi, telah mendirikan ketiga bangunan bata yang indah ini bagi Kajakara ( = Padmapani), bagi Pembasmi Mara ( = yaitu Sang Buddha-Sakyamuni), dan bagi Wajrin ( = Wajrapatni)... " ||
°û †®ñßñ Baris 20 - 21:
|| "... sa~tam etat tri samaya caitya niketam (20) n daśadigavasthitasavvaji sarvvajagatmalabhū [nottamadattam (21) dharakuli avaram tribhavavibhutiviśeşadam
[amarapadam... " ||
áû Ωññ®ñ Baris 20 -21 =
|| "... Kediaman Dewata itu yang terdiri dari Tiga Caitya berkelompok, (yang dapat disamakan) dengan sebentuk intan yang indah di tengah-tengah gunung kotoran jagat raya, dan yang memberi kecemerlangan istimewa kepada ketiga dunia, telah diserahkan kepada yang terbaik di antara Para Jina yang mendiami kesepuluh penjuru... " ||
°û †®ñßñ Baris  22 - 25:
(22) || "...punar api jayantanƒÅma rƒÅjƒÅsthaviron≈ïpena saniyuktah st≈´ (23) patrayam asi kurvvity atas satad idan tatkƒÅ k≈ïtawƒÅn... " || "... svarite (24) smims tacchisyo dhimuktir abh≈´cca tƒÅ matas sthavirah istikacai (25) tyadvitayam caityƒÅntika  k≈ïtavan... " ||
°û Ωññ®ñ Baris 22-25  =
|| "... Lalu, ketika penjaga kuil kerajaan yang bernama JAYANTA menerima dari raja perintah yang mulia ini:  "Buatlah tiga stupa ".
Dibuatnyalah stupa-stupa.
Setelah JAYANTA itu meninggal, muridnya yaitu ;
STHAWIRA ADHIMUKA selanjutnya membuat dua CAITYA dari batu bata di dekat ketiga CAITYA sebelumnya (yang didirikan) oleh Raja itu... " ||
°û †®ñßñ Baris 26-28:
|| "... vŕddhyā(26)pte sākarāje mumna vara sakair mmūdhavai kādasāhe sukle ke(27)līralagne bhrgusutasahite sahite cāryyamaň jrotirāryyedewe(28) ndrabhena ca... " ||
°û Ωññ®ñ Baris 26-28 =
|| "... Sesudah berlalulah (tahun) Sakaraja (yang dilambangkan) dengan muni ( =7), nawa ( = 9) , rasa ( = 6)  = 697 Syaka = 775 Masehi, Maghamasa,11 paruh terang, bulan Madhawa, ketika Matahari terbit diiringi Bintang Kejora (Venus), dalam Makara (Cancer)... ||
°û †®ñßñ Baris 29 :
|| "... Çrivijayaņrpatinaryak şiti sottamena trai(29)lokya i karya cintāmaņi vapuşa i [ha sthā] parās[t]upa~~..." ||
°û Ωññ®ñ Baris 29 =
|| "... Raja Sriwijaya yang bagaikan Raja Para Dewa yang mengungguli Raja-Raja lainnya, yang rupanya seperti CINTAMANI, yang memperhatikan ke tiga dunia
( TRILOKYA), telah mendirikan STUPA... " ||
{ G. Coedes, 1918: 26 - 30 }
èÑê ÑÑ (Deskripsi) .
ÑÑ   (Baris 1-29) =
      Baris ke 1-14 berisi tentang puji-pujian terhadap sosok seorang raja (Sriwijaya).
       Baris ke 15-16, untuk pertama kali sosok Raja Sriwijaya tanpa identitas nama dan gelar disebutkan dalam sebuah pujian sebagai : "... Jayati ayam çÑëÑÄøçç... "
(Jayalah Raja Sriwijaya)
       Baris ke  17-19, untuk kedua kali sosok raja Sriwijaya  disebutkan sebagai çÑÑÄçΩêèÑ yang memerintahkan pengikutnya mendirikan tiga bangunan suci (TRISAMAYA CAITYA) bagi Tiga Bodhisatwa; Mara (Iblis Sang  Perusak), Padmapani (kajakara) dan Wajrapadni (bajrini).
        Baris ke 20-21, tentang pujian keistimewaan akan kemegahan nan magis terhadap ketiga bangunan;  èçÑà æÑè yang terbuat dari bata merah tsb.
       Baris ke 22-25, menceriterakan tentang seorang pengikut setia Sang Raja Sriwijaya yg menerima perintah mendirikan ketiga bangunan STUPA ; TRI SAMAYA CAITYA yang bernama JAYANTA.
Setelah ketiga bangunan suci tersebut rampung berdiri, JAYANTA meninggal dunia.
Selanjutnya muridnya bernama STHAWIRA ADHIMUKA meneruskan dengan menambahkan dua
buah CAITYA yang terbuat dari batu bata di dekat ketiga CAITYA yg ada sebelumnya.
       Baris ke 26-27 , menguraikan tentang èçÑÜ çèÑ.
       Mengingat Prasasti Ligor tersebut dikeluarkan pada Bulan Mmudhawai = Maghamasa = bulan ke 11 ( Januari - Pebruari ) maka mengikuti rumusan untuk pembacaan Tahun Syaka ke Tahun Masehi ditambahkan + 79 tahun, sehingga pembacaan yang benar untuk Tarikh Prasasti Ligor adalah tahun 776 M
       Sedangkan untuk perhitungan di luar bulan tersebut, yaitu bulan : Caitra, Waisyaka, Jyesta, Asada, Srawana, Bhadrawada, Asuji,  Kartika, Margasira, Pasya, dan Phalguna, ketentuannya tetap ditambahkan +78 tahun
(Goenawan A. Sambodo, Dari Prasasti ke Prasasti. Komunitas Taksaka, 2020:28).
       Hasil perhitungan matematis menurut rekan ANJRAH WIDAYAKA adalah:
WARA : wa ( Was),
               wa (Wage),
               ra (Raditya=Minggu).
WUKU:  Kuruwlut  (ke-17).
WULAN: Magha (Januari-Pe-
                  bruari).
Ekuivalen : 7 JANUARI 776 M
       Baris ke 28-29, untuk yang ketiga kalinya disebutkan sosok raja Sriwijaya dengan  çÑÑÄçèÑ yang dipuji sebagai penguasa Tiga Dunia (Trailokya) bagaikan Sang CINTAMANI selaku
pendiri stupa .
ÑÑ Ω (Baris 1 - 4) :
°û †®ñßñ (Baris 1-4) :
(1)|| "...swasti.
yo' sau rājādhirājas sakalaripugaņadhvāntasūryyo(2)pamaikas svaujobhih kāntalakşmyā saradamalaśaśi manmathābho vapu(3)şman vişnņwākhyo' seşarvvārimadavimathana's ca dvitīyas svaśaktyā sau(4) yam śailendravańśaprabh[u] nigadatah srī mahārājanāmā|| taskya ca sakalara...."
°û Ωññ®ñ Sisi B (baris 1-4) :
Versi Ç. æäÄøÄ =
(1918)
|| Selamat !
Rajadhiraja ini; satu-satunya yang karena cemerlangnya dapat disamakan dengan Matahari 'yang menghalau' malam, yaitu rombongan semua musuh-musuhnya itu.
Yang dengan keindahannya penuh pesona mirip bulan musim gugur tanpa cela.
Yang rupanya seperti Titisan Kama.
Yang rupanya seperti Wisnu. Pemimpin Wangsa Sailendra bernama Sri Maharaja.... "||
Versi áèÄç ÑæÄáÄ:
(1918)
|| Selamat !
RAJADHIRAJA yang karena semangatnya/kegemilangan nya bersifat tunggal bagaikan Sang Matahari penghalau kegelapan.
Yang diwujudkan oleh gerombolan semua musuhnya.
Yang karena ke rupawan annya, yang memikat/karena keindahan bulan Kanta, adalah bulan di musim gugur aqyang tiada cacatnya.
Dan yang karena daya pikatnya, memiliki rupa  seperti MANMATHA (RAJA) itu bernama WISNU.
Yang berkat kepercayaannya bagaikan DEWA WISNU,
yang Penghancur Kesombongan semua Musuhnya ( = SESARWARIMADAWIMATANA),
dan yang dinamakan SRI MAHARAJA, untuk mewujudkan bahwa asal-usulnya dari KELUARGA RAJA SAILENDRA, tentangnya... ||
Versi á. æΩç (1965) :
||    Selamat  !
(Tafsiran tarikh pemindahan dari bagian SISI A baris ke 26-27, DIHILANGKAN Guna penyamaan persepsi terjemahan )
Ia (yang) adalah Maharaja dari semua raja (yang) (=RAJADHIRAJA) melalui kekuasaannya (seperti) DEWA SURYA (Matahari) itu sendiri menghalau kegelapan (dalam bentuk) semua musuhnya.
Ia (yang) berwajah sungguh sempurna (bagaikan) bulan purnama di musim gugur yang tanpa cela (dan) bagaikan  DEWA KAMA itu sendiri.
Ia (yang) bagaikan DEWA WISNU (yang) secara keseluruhan (memusnahkan) kebanggaan semua musuh-musuhnya.
Dan (yang) dengan (memperlihatkan) semua kehebatannya seketika itu juga.
Ia (yang) masyur itu dikenal dengan sebutan SRI MAHARAJA, karena ia berasal dari (keturunan) SAILENDRA WANGSA,
dan tentang dirinya... dari semua raja (?)... ||
èû£üñ™ñ£ û®û Ω (Baris 1-4) =.
      Dari penyebutan di bagian pembuka (manggala) prasasti pada umumnya yang digunakan di  Asia Tenggara, maka sebutan pada SISI B, yaitu ëèÑ yang berarti; SELAMAT  (Beruntung, Berhasil, Makmur, Bernasib baik) ber indikasi sebagai bagian a wal pembacaan prasasti dimulai.
        Sedangkan untuk bagian awal pembukaan (manggala) yg digunakan pada SISI A, yaitu dimulai dengan kata VISƒÄRI≈YƒÄ , yang berarti "menyebar, maju/tampil ke depan", berasal dari akar kata VISARIN yang tidak umum dan berbeda  dalam tradisi penulisan Prasasti Sansekerta di Asia Tenggara (Monier-williams, 1899:1001, 1283).
         Kalimat pendek berikutnya menyebutkan çøÑç, yang dapat diartikan sebagai RAJA dari SEGALA RAJA (King of King's)  
       Pada baris ke-3 disebutkan kata ëÑêëÜä yang berarti memiliki penampilan bagaikan WISNU ( Coedes, 1918: 32; 1959:47;  Coedes & Damais, 1992: 110).
          Selanjutnya diikuti oleh julukan (Epiteton = Epithets) sebagai çëëçÑàøëÑàè, yang berarti: " à£úñ£™ß†ñ£ Üóñ£úúññ£ ¢™ñ à™®™£Æñ" ( Coedes, 1918: 29;  Coedes & Damais, 1992: 108).
       Pada baris ke 4 disebutkan secara jelas dan terperinci seorang raja/penguasa dari Dinasti /Wangsa/Keluarga Sailendra;
ÑáÄøçÇçΩê yang bernama çÑ àç (çÑ àçà).
áÑ (KAJIAN ÜäèÄÜèêá- ÜäàçèÑÅ).
         Berdasarkan penyajian dan tinjauan data di atas bahwa Prasasti Ligor 775 M memiliki arti keterkaitan satu sama lain antara Sisi A dengan SISI B, yang didasarkan kepada beberapa bukti antara lain :
ÄÇÇê Üç   èÑÄ èê.
         Adanya penggunaan Aksara yang sama, yaitu Üç   èÑÄ èê (750-925 à) pada ÑÑ  dan ÑÑ Ω, tentu sebagai sebuah indikasi adanya pengaruh  ÑÇçè (Tokoh Raja dan Kerajaan) terhadap Penguasa Sriwijaya.
       Perbedaan secara signifikan tampak pada gaya dan corak penulisan Aksara Jawa Kuna pada bagian Sisi-A dengan Sisi B yg disebabkan oleh faktor subjektif masing-masing ñ£ú æû©ßñ á†ñ (Petugas Kerajaan  Penulis Prasasti).
       Namun demikian adanya penggunaan Aksara Jawa Kuna tersebut sangat besar kemungkinan adanya keterkaitan yang erat antara kedua isi maklumat pada kedua sisi prasasti ; sehubungan dengan dua orang tokoh penguasa, yaitu RAJA çÑÑ dan RAJA  ÑáÄøç, berkaitan dengan pendirian  monumen èçÑà æÑè yang dibangun secara berkala sebelum tahun  775 M (776 M).  
       Tentang bagaimana, kapan, untuk tujuan apa penguasa /Raja Jawa menggunakan pengaruhnya melalui Penggunaan Aksara Jawa Kuna melalui penulisan sebuah prasasti sebagai maklumat/titah/perintah penetapan hingga ke  Wilayah Ligor (Perbatasan Wilayah Semenanjung Thailand  dan Malaya ) ; tentu memiliki satu alasan, yaitu untuk sebuah KEPENTINGAN  POLITIK (HEGEMONI) KEKUASAAN.
       Namun bagaimana proses tersebut berlangsung
akan tetap menjadi sebuah misteri  dan  dilematika
ÄÇÇê Üè ÄàΩêÜ (àÇÇá) çèÑ.
       Menurut penilaian beberapa orang Sejarawan
tentang arti dan makna  penulisan PRASASTI LIGOR  775 (776 ) M, yaitu diantaranya:
àêàøç :
Menduga bahwa kedua sisi (SISI A dan SISI  merupakan dua halaman prasasti yang berbeda ( Majumdar, 1933: 122).
æäÄøÄ :
pada awal mulanya mengira bahwa teks dalam Prasasti Ligor 775 M merupakan satu kesatuan prasasti. Pada akhirnya dia mengikuti tesis Majumdar, bahwa terdapat perbedaaan di kedua sisi prasasti (SISI A dengan SISI .
Pada SISI-A ; menyebutkan seorang penguasa Raja (nrpa, nrpati, bhupati, indra raja) dan mungkin Raja dari Segala Raja ( isvarabhupati) SRIWIJAYA.
       Sedangkan pada SISI-B menyebutkan Penguasa SAILENDRA dengan MAHARAJA (great king) dan RAJADHIRAJA (king of kings) (Coedes, 1918: 2-3; 1959: 42-48; Coedes & Damais 1992: 103-111).
àäÑÄç-ÑááÑà: memperhitungkan dengan  adanya kata pembuka (manggala) pada kedua sisi prasasti, yang dimulai dari SISI-B dg adanya kata ëèÑ yang berarti "selamat/keberuntungan" (fortune, luck, succes, prosperity).                Namun pada bagian SISI-A kata  pembuka dimulai dg kata  ëÑçÑ, yang berarti "menyebar" (spreading, diffusing, coming forth) yang keluar dari akar kata ëÑçÑ yang tidak umum digunakan di dalam tradisi penulisan Prasasti Sansekerta di kawasan Asia Tenggara (Monier-Williams, 1899: 1001, 1283).
Ωäæ:  
Mengemukakan bahwa Prasasti Ligor merupakan teks tunggal, yang menyarankan agar teks dg aksara yang sama tersebut harus dibaca dimulai dari SISI-B berlanjut ke SISI-A (Bosch, 1941: 26-38).
       Dari beberapa thesa di atas sebagai landasan teori untuk digunakan sebagai langkah awal pembacaan Prasasti Ligor yang memiliki dua sisi halaman yang berbeda (SISI-A dan SISI-B) dengan pembahasan dimulai dari SISI B
ÑøÄèÑÅÑÜÑ èäÜä ç
ÄΩÇÑ ÄÇê.
ÑÑ-Ω (Bagian Awal) =
‚Ä¢ çøÑç (Baris = 1:
   Raja dari segala Raja /King
   of Kings).
‚Ä¢ ëÑëÜä ÄçëëçÑ
   àøëÑàè (Baris :
   3 =  Bagaikan WISNU,
   Menghancurkan Kebangga-
   an Semua Musuhnya
‚Ä¢ ÑáÄøç ëÇ  ç-
   Ωê (Baris : 4 = Raja dari  
   Wangsa Sailendra).
‚Ä¢ çÑ àçà.    
   (Baris : 4 = Bernama  Sri     
   Maharaja).
       Siapakah seorang tokoh yang dimaksud, bernama çÑ àç ()  yang bergelar sebagai çøÑç atau RAJA DARI SEGALA RAJA (KING OF KINGS) dan dijuluki (Epiteton) ëÑëÜä ÄçëëçÑàøëÑàè ( = Ωñúñû†ñ£ û®£™ à£úñ£™ß†ñ£  Üóñ£úúññ£ ¢™ñ à™®™£Æñ ), seorang raja yang berasal dari WANGSA SAILENDRA  (ÑáÄøç  Ç çΩê)
       Secara analisa kontekstual terdapat beberapa sumber primer yang menyebutkan julukan/EPITON (epithets) seorang raja dari WANGSA SAILENDRA (Sailendra wangsatilaka) , diantaranya adalah :
1) çèÑ ÜÄáêçÜ 782
     M:
     ëÑçÑëçëÑçëÑçàç-
     ø = " £úñ£™ß
     ñ°ñ¨ñ£ à™®™ èßóñû† "
     mengacu kpd tokoh SRI
     SANGGRAMADHANAN-
     JAYA.
2) çèÑ áÑÇäç 775 M:
     çëëçÑàøëÑà-
     è = " à£úñ£™ß-
     †ñ£ Üóñ£úúññ£ ¢™ñ
     à™®™£Æñ ", yang menga-
     cu pada SRI MAHARAJA
     RAJADHIRAJA
3) çèÑ áø 843-
     850 M:
      SRIVIRAVAIRIMATHANA   
       =  " £Æû†®ñ/ß™®ñ†
       èߢñ®Æ™ß ñßû à™®™   
       ¢óßñ£û ", yg mengacu
       kepada seorang RAJA
       JAWA (YAVABHUMIPA-
       LAH) kakek BALAPUTRA
       
(Coedes, 1918: 29; Coedes & Damalis, 1992: 108; Nilakanta Sastri, 1949: 126-127).
       Dari uraian analisa kontekstual di atas dapatlah disimpulkan bahwa yang dimaksud çÑ àç  à  yang dijuluki sebagai çøÑç  (Raja dari Segala Raja) dg epiton  "Ωñúñû†ñ£ û®£™ à£úñ£™ß†ñ£  ¢™ñ à™®™£Æñ" (ëÑëÜä ÄçëëçÑàøëÑàè) dan berasal dari SAILENDRA WANGSA (ÑáÄøç ëÇ çΩê) adalah IDENTIK dengan tokoh Raja çÑ ÇÇçàø
(Prasasti Kelurak 782 M) atau yang disebut sebagai ç   (Æñ´ñó™¢û) yang menikah dengan èç anak øçàÄèê yang berasal dari Ç äà (rajnyah somakulanvayasya maharaja sri dharmasetoh suta) merupakan ÜÜÄÜ dari  Ωáêèç Raja çøÑ yang juga berasal dari Ç ÑáÄøç  ("... ñû°£ßñ´ñ£®ñ©û°ñ†§ ñ´ñó™¢û•ñ°ñ... " ) = baris ke-52 Prasasti Nalanda 843-850 M).
(Nilakanta Sastri, 1924: 322-324: 1949: 126-127).
ÑÑ  (Bagian Akhir) =
       Intisari tentang makna ditulisnya bagian SISI A Prasasti Ligor (7 Januari 776 M) adalah adanya seorang Raja Penguasa Kerajaan Sriwijaya yang disebut bbrp kali dengan julukan (Epiton) :
‚Ä¢ çÑÑÄøçç
   (Baris ke-11).
‚Ä¢ çÑÑÄçΩê-
   èÑ (Baris ke-16).
‚Ä¢ çÑÑÄçèÑ
   (Baris ke-28).
yang memberikan perintah pada waktu  sebelumnya kepada pengikutnya bernama è untuk mendirikan sebuah kuil/ñû©Æñ bernama èçÑ à.
ÜäèÄÜèêá- ÜäàçèÑÅ ANTARA ÜÄøê ÄÇê;  RAJA çÑÑ DENGAN DENGAN SRI MAHARAJA ÑáÄøç
      Secara kajian  ÜäàçèÑÅ, adanya gelar penguasa yang disandang oleh kedua Raja di atas tampak sangat berbeda jika diperbandingakan dan dikaitkan satu sama lain akan memiliki arti dan penafsiran yang berbeda pula.
       Penguasa çÑÑ  hanya menggunakan  Epiton
(SRIWIJAYA)-Ñøç ç, (SRIWIJAYA)- ÑçΩêèÑ, (SRIWIJAYA)-ÄçèÑ.
       Adanya Epiton ΩêèÑ, mengindikasikan status sebagai raja bawahan (´ñ®ñ°) dari sebuah pengaruh kekuasaan yang lebih dominan di atasnya
         Perbedaan sebaliknya lebih dominan pada Epiton yang digunakan oleh Penguasa SAILENDRA, yaitu
RAJA DHIRAJA yang berarti penguasa atas  RAJA dari SEMUA/SEGALA/SELURUH RAJA (Üû£ú §õ Üû£ú'®), yang merupakan gelar kebesaran dari SRI MAHARAJA
         Dengan demikian dapat disimpulkan secara ÜäèÄÜèêá bahwa hubungan dan kaitan àÜ antara ÑÑ Ω dan/dengan ÑÑ  ;  PRASASTI LIGOR (7 Januari 776 M) adalah èÑè/PERINTAH dari/oleh RAJA PENGUASA TERTINGGI (RAJADHIRAJA-SRI MAHARAJA) SAILENDRA kepada RAJA SEKUTU BAWAHANNYA (VASAL) SRIWIJAYA untuk menjalankan tugas amanah pembangunan èçÑ-à æÑè
       Kejadian/Fenomena di  atas tentu terjadi sebagai akibat adanya  SEBUAH KEPENTINGAN, terutama POLITIK HEGEMONI KEKUASAAN akibat perseteruan yang telah berlangsung sejak seabad yang lalu (Abad ke VII)
       Di dalam pengkajian isi PRASATI LIGOR (7 Januari 776 M) terdapat sebuah fenomena sejarah di Abad ke VIII M tentang øäàÑÑ  ç  (Æñ´ñó™¢û•ñ°ñ = kakek Balaputradewa) çÑ ÇÇçàø yang berasal dari Ç ÑáÄøç (ñû°£ßñ- ´ñ¢®ñ©û°ñ†§) yang mendominasi SRIWIJAYA hingga  ke wilayah kekuasannya di LIGOR ; Semenanjung THAILAND - MALAYA
           Dari sebuah Dominasi Kekuasaan tersebut kemudian dimunculkan sebuah Pakta /áÑÑ/Persekutuan bersama  secara Politik di dalam menjaga dan menguasai jalur perdagangan di wilayah strategi Selat Malaka (jalur perdangan CINA , INDIA , ASIA TENGAH, dan  EROPA), bahkan kemungkinan besar terdapat indikasi  kerja sama dalam invasi wilayah secara militer ke kawasan Asia Tenggara  bagian Utara.  
        ø§¢û£ñ®û Penguasa ÑáÄøç terhadap kekuasaan çÑÑ dapat dibuktikan dengan beberapa indikasi antara lain ; disebutkan dalam Catatan Berita Cina   Jaman Dinasti Tang (618-690 & 705-907 M) tentang pengiriman duta utusan terakhir dari Ñ-áÑ-Åä-Ñ (SRIWIJAYA) pada  tahun 742 M.
Bahkan  dominasi Sriwijaya semakin melemah setelah wilayah yang dikuasainya berdiri secara otonom dg masing-masing wilayah mengirimkan duta utusan ke China  , yaitu antara lain ;
ÇÄ-áä (Kedah di Malaysia) pada tahun 742 dan 759 M, Ä-áÑÇ antara tahun 768 - 818 M, Ä-ä antara tahun 820 - 873 M, dan ï-ΩÄÑ (Jambi di Sumatra ) mengirim duta utusan pada tahun 852 dan 871 M (Jordan & Colles, 2009: 67-69).
        Indikasi lain adanya bentuk áÑÑ (Persekutuan)  ditunjukan dg beberapa bukti invasi militer gabungan (Pakta) antara pasukan  Ä-ä (JAWA) dan Üê-áê (SRIWIJAYA ?) yang menyerang wilayah TONKIN di VIETNAM pada tahun 767 M (Coedes, 1968: 91).
       Dua buah Prasasti peninggalan Kerajaan Campa dengan kode C-38 bertarikh 784 M dari ä-Çç wilayah Nha-Trang, Propinsi Khan-Hoa dan Prasasti lainnya berkode C-25 bertarikh antara 799-800 M dari Ç-èÑÜê di wilayah Propinsi Ninh-Thuan, menceriterakan tentang invasi militer besar-besaran melalui pelayaran laut dari  yang dilakukan beberapa kali antara tahun 774 dan 787- 788 M (stanza VI = "... £ñ´ñúñ©ñûß üüñ´ñ´ñ°ñ®ñ£úñûß  ...")
(Bergaigne, 1893: 207-218, 242-260; Majumdar: 1927: 41-44, 46, 50-56).
       áÑÑ atau sebuah persekutuan bersama jangka panjang antara ÄÇê ÑáÄøç dengan ÄÇê çÑÑ ini berlangsung cukup lama, yang kemungkinan selanjutnya dijalin melalui hubungan kekerabatan perkawinan antar anggota kedua penguasa tsb, seperti yang dilakukan oleh kakek BALAPUTRADEWA, yaitu ç  çÑ àç ÇÇçàø yang menikahi TARA putri RAJA SRI DHARMASETU dari WANGSA SOMA () = "...ßñü£ñ ®§¢ñ†™°ñ£´ñÆñ®Æñ ¢ññ©ñ ®ßûñߢ¢ñ®©§ ..."
(perlu sebuah kajian lebih lanjut secara teliti dan mendalam ).
       Ωáêèç merupakan penerus PENGUASA ÑáÄøç  di ç øÑ (Prasasti Lempeng Tembaga Nalanda 843-850 M: "...®™´ñߣñ´û•ñ-ñû•ñ¢ññßñüñ-®ñû°£ßñ´ñ£®ñ©û°ñ†§-Æñ´ñó™¢û•ñ°§. ...")
       Diperkirakan masa kekuasaannya tidak sekuat kakeknya, dimana Raja ñÆñ¨ñߢñ£ ÑÑ di Kamboja mendirikan Üßñüññ£ Ü¢ß dan melepaskan diri dari pengaruh kekuasaan Jawa pada tahun 802 M.
       Sang kakek ;  çñüñ ñ¨ñ ßû àññßñüñ ñ£úúßñ¢ññ£ñ£üñÆñ diperkirakan pula telah wafat pada tahun 792 M (ßñ®ñ®©û àñ£ü™®ßûúßñ 792 M)
       Hubungan bilateral antara Sriwijaya dengan Cina  terputus sejak penghentian duta/utusan terakhir dari û-°û-õ§-®û (Sriwijaya) pada tahun 742 M di Jaman Dinasti Tang (705-907 M), sebagai akibat Dominasi SAILENDRA di Abad ke VIII-IX M.
       Keadaan tersebut berlangsung cukup lama hampir sepanjang 100 tahun, yaitu dari tahun 742 - 904/
960 M. ()
      Keadaan  tersebut bisa  kita maklumi bersama, mengingat  pada masa pemerintahan BALAPUTRADEWA di SUWARNADWIPA ( = SUMATERA yg merupakan bagian wilayah kekuasaan SRIWIJAYA) tidaklah menjalin hubungan diplomatik dengan CINA di jaman Dinasti Tang II (705 - 907 M), melainkan dengan Dinasti PALA dari BENGALI di Wilayah India Utara, dimasa pemerintahan Raja DEWAPALADEWA (Prasasti Lempeng Tembaga Nalanda 843-850 M).
       Pada tahun 960 M kembali tercatat di dalam Berita Cina  Jaman Dinasti Song-II (960-1279 M) datangnya duta/utusan dari ñ£-õ§-¶û (Sriwijaya) atas nama Ä-áÑ-äê-è-Ñ, yang dimaksud yaitu çÑ êøøÑè.
       Hubungan ÑáÄøç-çÑÑ ini terus berlanjut dg adanya indikasi hubungan diplomatik dengan Penguasa Kerajaan 槰ñ di Wilayah India Bagian Selatan.
       Beberapa Piagam masa pemerintahan çñüñ-çñüñ Ñ (985-1012 M) dari ñ£ú®ñ 槰ñ dari ܧߧ¢ñ£° - Ñ£ûñ °ñ©ñ£ yang ditulis dalam Bahasa Tamil dan Bahasa Sansekerta, masih memberitakan tentang hubungan SRIWIJAYA dan SAILENDRA  hingga awal Abad ke XII M.
       ßñ®ñ®©û ᢕ£ú è¢óñúñ áû£ 1006 à (Berbahasa Tamil dan Sansekerta), pada bagian berbahasa Sansekerta, mengkisahkan bahwa Raja Üè bernama æêáàÑëçà mendirikan sebuah kuil/caitya Buddha di ÇèèÑà.
       Sang Raja mengaku lahir dari lingkungan keluarga ÑáÄøç yang juga penguasa çÑÑ dan memimpin pemerintahan di Üè = "... ®ñû°£ßñ´ñ¢®ñ-®ñ¢ó™©£ñ
®ßû´û®ñÆñû•ñ©û£ñ †ñ©ñ-ñû•ñ©Æñ¢-ñ©ñ£´ñ©ñ... "
(Aiyer, 1933a: 213-266; Nila kanta Sastri, 1949: 128-175; Karashima & Subbarayalu, 2009: 272-273) .
       Nama çÑ æêøàÑçàøÄ juga tercatat di dalam Berita Cina  , yang mengirimkan duta-utusan ke Cina atas nama  Ä-áÑ-æê-á-ê-Ñ-Åê-à-èÑ- pada tahun 988 M.
       Seorang Pendeta Buddha yang berasal dari daerah Benggala-India, bernama èÑ yang mengembangkan ajaran Ω™ñ ëñüßñÆñ£ñ di èûó©, di dalam catatan kerjanya (ø™ßó§ñ°§†ñ) menerangkan. bahwa penguasa ßû´ûüñÆñ£úñßñ di àñ°ñÆñúûßû di ™´ñߣñ´û•ñ adalah çÑ æêøàÑëçàøÄë setelah abad ke X M.
(Coedes, 1966).
       Pada tahun 1003 M, ßû æ™ñ¢ñ£û¨ñߢñ¨ñ membangun sebuah kuil yang didedikasikan kepada Kaisar Cina  yang diberi nama æÄÇ-èÑÄ--äê, yang mengirim duta-utusannya mengatas namakan ®™-°û-©§™-°§-¨§™-£û-õ§-¢ñ-©ûñ§-§™ñ.
(Selamet Muljana, 2006).
            Beberapa orang Sejarawan menghubungkannya dg æñ£û Ω™£ú®™ di à™ñßñ èñ†™®.
(Brill Archives).
      Dimasa pemerintahan ÜêáäèèêÇÇ æäá Ñ ,  seorang anak laki-laki CULAMANIVARMAN bernama
àçëÑäèèêÇÇëçà melanjutkan menyelesaikan pembangunan kuil yang sebelumnya didirikan oleh ayahnya dan diberi nama ÑáÄøç-æêáàÑëçàëÑç (Prasasti Leiden 1006 M).
        Pada tahun 1008 M di dalam catatan Berita Cina  
datang utusan dari negeri San-fo-ts'i mengatas namakan Se-li-ma-la-pi, yang merujuk kepada SRI MARAVIJAYOTTUNGGAVARMAN; putera SRI CUDAMANIVARMAN.
       Identifikasi nama çÑëÑ dengan çÑëÑ adalah satu nama yang sama disebutkan di dalam dua prasasti dari NAGAPATTINAM bertarikh 1014/1015 dan 1015 M.
       Sedangkan sebuah prasasti lain dari NAGAPATTINAM bertarikh 1019 M, menyebutkan tentang seorang duta/utusan dari Raja ÜÑèç, yang merupakan ejaan lain dari kata
Üè dan Üøçà.
(Karashima & Subbarayalu, 2009: 275-276, 278).
        Nama negeri Üè merupakan penggunaan menurut versi dari Bahasa Tamil untuk Üøçà dalam versi Bahasa Sansekerta.
       Pada masa pemerintahan Raja çÄøç æäá Ñ (1012-1042 M) hubungan persahabatan (diplomatik) dari Raja-Raja Wangsa Chola dengan Penguasa ÑáÄøç-çÑÑ di Üè (Üøçà) di era sebelumnya yg terjalin dengan harmonis, rupa-rupanya terputus
      Raja çÄøç æäá Ñ menerbitkan çèÑ èäçÄ 1030 à yang isinya memperingati kemenangan di beberapa wilayah di India  hingga ke daerah Sungai Gangga di India Utara,  hingga ke wilayah Asia Tenggara dan sebagian Nusantara, tak terkecuali salah satunya çÑÑ yang berpusat di Üøçà dengan rajanya berhasil dikalahkan dan ditangkap sebagai tawanan perang bernama ÇÇçàëÑAYäèèêÇÇçà (Baris ke -17, Prasasti Tanjore 1030 M; Coedes, 1918: 6).
        Konon, putera Rajendra CHOLA I bernama WIRAJENDRA I, pernah mengaku menaklukkan negeri KADARAM pada tahun 1068 M, namun kemudian menyerahkannya kembali kepada rajanya (Coedes, 1918: 38).
ÑÜèÑç (†®û¢•™°ñ£).
       Dari uraian analisa di atas; tentang isi (Deskripsi) dan  penafsiran sejarah (Kontekstual-Komparatif) terhadap PRASASTI LIGOR (7 Januari 776 M) dapatlah disimpulkan bahwa adanya penggunaan AKSARA JAWA KUNA TIPE TUA / AWAL (Periode: 750-925 Masehi) yang sebelumnya telah digunakan/berasal dari Golongan Ningrat (Para Penguasa/Raja dan Pejabat Tinggi Kerajaan) di Jawa pada sekitar Abad ke VIII M (750 - 760 M) mengindikasikan adanya pengaruh DOMINASI POLITIK / KEKUASAAN RAJA SAILENDRA terhadap PENGUASA SRIWIJAYA di Wilayah Semenanjung Malaya - Thailand
        Kedua Penguasa  SAILENDRA  dan SRIWIJAYA membentuk sebuah ALIANSI (PERSEKUTUAN) pemerintahan bersama yang dikendalikan oleh RAJA JAWA bernama SRI SANGGRAMADHANANJAYA dari WANGSA SAILENDRA pada Abad ke VIII M (742 - 792/802 M).
       Aliansi atau Persekutuan bersama tersebut tetap berlangsung hingga Abad ke IX M di masa kekuasaan BALAPUTRADEWA di SWARNADWIPA (843/850 - 904
M) sebagai penerus tahta kekuasaan kakeknya SRI SANGGRAMADHANANJAYA, yaitu seorang RAJA JAWA yang berasal dari Wangsa Sailendra (≈rƒ´ MahƒÅrƒÅjƒÅ - Yavabh≈´mipƒÅlah - ≈ailendrava≈Ñ≈õatilako ).
       Pada tahun 960 M,  Raja SRI UDAYADITYAWARMAN seorang Penguasa SRIWIJAYA (San-fo-qi) diperkirakan sebagai penerus Balaputradewa, kembali menjalin hubungan diplomatik dengan Cina
       Pada tahun 988 M , tercatat di dalam Berita Cina  nama seorang raja San-fo-qi (Sriwijaya) bernama SRI CUDAMANIWARMAN.
        Pada tahun 1006 M menjalin hubungan diplomatik dengan penguasa Cholamandala (Koromandel) di India Selatan dengan dianugerahi sebuah desa untuk pembangunan sebuah Vihara Buddha.
        Pada tahun 1008 M , Catatan Berita Cina  menyatakan adanya kedatangan utusan dari negeri San-fo-qi (Sriwijaya) mengatasnamakan Raja SRI MARAWIJOTTUNGGAWARMAN,merupakan putera dari Sri CUDAMANIVARMAN.
         Sri Marawijayottunggawarman melanjutkan pembangunan vihara meneruskan cita-cita ayahnya yang kemudian diberi nama SAILENDRA-CULAMANIVARMAVIHARA.
       Dominasi SAILENDRA-SRIWIJAYA ini kemudian berakhir pada sekitar tahun 1030 M akibat serangan RAJENDRA COLA I, yang mengakhiri hubungan diplomatik dengan SRIWIJAYA dengan mengalahkan dan menawan rajanya bernama  SRI SANGGRAMAWIJAYOTTUNGGAWARMAN yang berpusat pemerintahan di KADARAM (KITARA = KATAHA = KEDAH).
       Pada tahun 1068 M, serangan atas SRIWIJAYA kembali dilakukan oleh putera Rajendra Cola I, yaitu WIRAJEN DRA I terhadap negeri KADARAM.
       Demikianlah kisah jejak ALIANSI SAILENDRA - SRIWIJAYA yang berlangsung selama kurang lebih tiga abad (750 - 1050 M ) lamanya sebagai akibat adanya dominasi politik yang dipelopori oleh Raja Jawa; SRI SANGGRAMADHANANJAYA dari Wangsa Sailendra yang dimulai sejak pertengahan Abad ke VIII M hingga berakhir  di bawah penguasa SRI SANGGRAMAWIJAYOTTUNGGAWARMAN awal Abad ke XI M.
BALI, 17 April 2021
(Penulis: Toni Antoni Putra).
UNGKAPAN TERIMAKASIH  
        Sebagai ungkapan rasa simpati kepada bbrp rekan sesama pemerhati Sejarah Nusantara, tak lupa saya sampaikan rasa Terima Kasih atas segala bantuan berupa sumbangan data dan pemikiran kepada sdr. :
* Goenawan A Sambodo.
* Heri Poerwanto.
* Riff Bend Hall.
* Anjrah Widayaka.

PUSTAKA RUJUKAN:
* Bergaigne, A.: " Inscription
          Sanskrites de Campa du
          Cambodge". Paris, 1893.
* Bosch, F.D.K.: " De Inscriptie
          van Ligor. " TBG 81, 1941.
* Casparis, J.G.de.: "Indonesian
          Palaeography : A History
          of Writing  in Indonesia
          from The Beginnings to
          C.A.D. 1500." Leiden/Koln
          Brill, 1975.
* Coedes, G.: " Le Royaume de
          √árivijaya." Bulletin de l'
           Ecole Fran√ßaise de '
           Extreme Orient." BEFEO,
           1918.
* Coedes, G.: " Linscription de
          Stele de Ligor. Etat pre-
          sent de son Interpreta-
          tion. " Orient Extremes,
          1959.
* Coedes, G. : " The Indianized
          States  of Southeast Asia
          ."  Ed. by W.F. Vella, trans-
           lated by S. Brown Cor-
           ving. University Press of
           Hawai,  Honolulu, 1968.
* Coedes , G & Damais, L. C.:
          " Sriwijaya: " History,
          Relegion & Language of
          an Early Malay Polity ."
          Collected Papers by
          P.Y. Manguin, Kuala Lum-
          pur. Malaysia Branch of
         The Royal Asiatic Society,
         1992.
* Goenawan A. Sambodo. :
          " Dari Prasasti ke Prasas-
          ti." Komunitas Taksaka,
          2020.
* Hirananda Shastri.: " The Na-
        landa Copper-plate of Deva
        -paladeva." Epigraphia XVII,
        1924.
* Jordan R.E. & Colles B.E. :
         " The MaharajaS of the
         Isles; The Sailendras and
         The Problem of Srivijaya."
         University of Leiden,
         Leiden, 2009.
* Majumdar, R.C. : "Ancient Indi-
          an Colonies in The For
          East." Vol-I. Champa, book
          III : The Inscriptions of
          Champa, Punjab,  Lahore,
          1927.
* Majumdar, R.C. : " Notes on
           Sailendra Kings Mention-
            ed in Leiden Pletes. "
            E.L. XXII, p.204, 2004.
* Majumdar, R.C.: " Les Rois
          Sailendra  de Suvarnadvi-
          pa." BEFEO 33, 1933.
* Monier - Williams M.: "De In-
          skripsi van Ligor." TBG 81,
           1899.
* Nilakanta Sastri, K.A. : " Histo-
        ry of Sri Vijaya (Sir William
        Meyer Lectures, 1946-
        1947). University of Ma-
        dras, 1949.
iden Pletes. "
            E.L. XXII, p.204, 2004.
* Majumdar, R.C.: " Les Rois
          Sailendra  de Suvarnadvi-
          pa." BEFEO 33, 1933.
* Monier - Williams M.: "De In-
          skripsi van Ligor." TBG 81,
           1899.
* Nilakanta Sastri, K.A. : " Histo-
        ry of Sri Vijaya (Sir William
        Meyer Lectures, 1946-
        1947). University of Ma-
        dras, 1949.

No comments:

Post a Comment

Urban Clothing

Urban Clothing
Busana Urban Sport