Politik hukum pemerintahan kolonial Belanda dapat diperlihatkan dalam Pasal 131 Indische Staatsregeling yang menyangkut hukum orang-orang Indonesia. Dalam pasal tersebut diatur bahwa hukum perdata dan dagang serta hukum acara perdata dan pidana harus dimasukkan dalam kitab Undang-Undang. Golongan bangsa Eropa harus menganut perundang-undangan yang berlaku di negeri Belanda, sedangkan golongan bangsa Indonesia dan timur asing dapat dikenakan ketentuan hukum orang Eropa apabila dikehendaki. Pada tahun 1855 sebagian dari kitab Undang-Undang Hukum Perdata telah memuat hukum kekayaan, begitu juga hukum dagang bagi orang-orang Cina. Selanjutnya, pemerintah kolonial Belanda dalam membentuk kitab undang-undang bagi orang Indonesia maka hukum adat selalu menjadi bahan pertimbangan hukum.
Menurut peraturan pemerintah kolonial 1854 dan peraturan Hindia Belanda 1925, bidang hukum dan peradilan Hindia Belanda dibagi atas dua bagian, yaitu pengadilan gubernemen dan pengadilan pribumi. Pengadilan gubernemen dilaksanakan oleh pemerintah kolonial melalui pegawai pemerintahan sesuai dengan aturan hukum, sedangkan pengadilan pribumi dilaksanakan berdasarkan hukum adat yang pada umumnya tidak tertulis.
Pada tahun 1819 didirikan Hoog Gerechtschof (Mahkamah Agung), yang kemudian memiliki kekuasaan untuk mengawasi pengadilan di Jawa. Pada tahun 1869 berdasarkan keputusan raja, para pegawai pamong praja dibebaskan dari pengadilan pribumi. Pada tahun 1918 berlakusistem hukum pidana Kolonial Belanda yang didasarkan pada kitab Undang- Undang untuk pengadilan bagi orang Eropa dan pribumi tidak ada perbedaan hukum.
No comments:
Post a Comment