Tuesday, 28 November 2017

Prasasti Tanjore




Prasasti Tanjore merupakan sekumpulan dari 5 buah keping tembaga yang terdapat padakuil Parijatavanesvara di Tirukkalar, berada pada distrik Tanjore (Thanjavur), India.


Prasasti ini merupakan peninggalan dari raja-raja yang berbeda dinasti Chola, diKoromandel, selatan India.



Isi dari teks prasasti dengan penanggalan paling awal dimulai tentang sejarah raja, peristiwa Rajendra Chola I naik tahta pada tahun 1012, kemudian menceritakan tentang penaklukan yang dilakukannya atas beberapa kawasan termasuk beberapa kawasan dinusantara serta penawanan raja Kadaram yang bernama Sangrama-Vijayottunggawarman, beserta kawasanSriwijaya lainnya.

Terjemahan Prasasti Tanjore:

Salam sejahtera! pada tahun ke 18 raja Parakesarivarman alias Udaya Sri Rajendra Choladeva, hidup dalam kemakmuran, ketika Tiru telah menetap, berkembang menjadi Mahadewi bumi, dewi keberuntungan dalam peperangan, yang ketenarannya tiada tandingan, menjadi Maharatu dengan sukacita, bersama tentara yang hebat menaklukan musuh pada negeri:Idaidurai-Nadu, Vanavasi, yang diselubungi hutan luas;Kollippakkai, yang pertahanannya dikelilingi dengan semak belukar;Mannaikkadakkam, yang bentengnya susah didekati, tempat raja Ilam yang diperangi, ... merebut mahkota ratu dan kalung mutiara Indra, raja selatan;Seluruh Ila-mandala di laut; sebuah pulau, tempat raja Kerala, yang memiliki tentara...... benteng Sandimattivu, ditembus,...;Sakkarakottam punya prajurit berani, Madura-mandala kawasan utara yang kuat;Namanaikkonam, yang dikelilingi oleh pepohonan padat;Panchapalli ... prajurit senjata panah;Masunidesa; yang memiliki harta, dikuasai setelah ditangkap Indraratha bersama keluarganya di kota indah Adinagar...;Odda-vishaya, yang sulit untuk didekati, ... ;Kosalai-Nadu, di mana Brahmana berlimpah;Dandabutti, memiliki kebun yang luas dikuasai setelah mengalahkan Dharmapala;Takkana-Ladam, yang terkenal tunduk setelah diserang Ranasura;Vangaladesa, hujan angin tiada berhenti, Govindachandra melarikan diri, turun dari gajahnya ;Uttira-Ladam di laut luas yang berlimpah mutiara;Gangal yang airnya berbalik ...Setelah banyak kapal dikirim berputar di tengah laut dan tertangkap Sangrama-Vijayaottungavarman, raja Kadaram, bersama dengan gajahnya, yang disiapkan melawan dan kemenangan besar,... tumpukan harta yang banyak, Vidyadhara-torana membuka gerbang kota pedalaman yang luas yang dilengkapi perlengkapan perang, berhiaskan permata dengan kemuliaan besar, gerbang kemakmuran Sriwijaya; Pannai dengan kolam air, Malaiyur dengan benteng terletak di atas bukit; Mayirudingam dikelilingi oleh parit;Ilangasogam yang tak gentar dalam pertempuran sengit...; Mappappalam dengan air sebagai pertahanan; Mevilimbangam, dengan dinding tipis sebagai pertahanan; Valaippanduru, memiliki lahan budidaya dan hutan; Takkolam yang memiliki ilmuwan; pulau Madamalingam berbenteng kuat;Ilamuri-Desam, yang dilengkapi dengan teknologi hebat; Nakkavaram yang memiliki kebun madu berlimpah; dan Kadaramberkekuatan seimbang, dengan tentara memakai kalalMahadeva tanah Devadana dari Vengurkkala-Tirukkalar....




Artikel Terkait:
Samarawijaya Putra Erlangga menaklukkan India

Wednesday, 15 November 2017

Perkawinan Politik Raja Solo dan Ratu Jogja


Kesunanan Surakarta, Jawa - Sri Susuhunan Paku Buwono X (1866-1939) 
bersama Permaisuri Sri Gusti Kanjeng Ratu Mas Mursudarinah.



Dari kanan ke kiri, HB VII, GRA Mursudarinah, PB X, Kedua Emban, Pangeran Puruboyo (calon HB VIII)


Perkawinan Politik
Ketika membahas tekanan dari luar dan dalam kraton - baik oleh pemerintah kolonial, maupun oleh beberapa orang kerabat raja yang tidak puas terhadap kondisi dan kebijakannya - Sultan HB VII mengambil langkah untuk memperkuat posisinya. Baik sebagai raja di kraton, maupun sebagai penguasa Jawa di pemerintah kolonial Belanda. Langkah yang diambil Sultan HB VII adalah membuat jalinan hubungan dengan Kesunanan Surakarta, yaitu dengan cara menikahkan kerabat raja, bisa putra atau putri, antar dua kerajaan Jawa itu.
Rencana Sultan HB VII ini dapat dijalankan, karena mendukung dan mendukung yang mendukung, yaitu kursi kursi putra mahkota di Surakarta. Bila di Kesultanan Yogyakarta ada koleksi putra yang lahir dari permaisuri sultan yang bisa dipilih menjadi putra mahkota, maka di Kesunanan Surakarta tidak ada putra yang lahir dari permaisuri. Melanjutkan, hal ini. Keributan antar keluarga raja. Diharapkan Sunan PB X diharapkan untuk ditunjuk sebagai pewaris 
tahta. Namun, Sunan PB X menolak untuk memilih salah satu dari adiknya. Untuk mengatasi konflik internal, raja kemudian menyetujui untuk mendirikan dewan kerajaan (rijksraad), yang membahas memberikan usul kepada Sunan tentang nama-nama yang layak menjadi pewaris tahta. Namun demikian, dewan yang membentuk pada tahun 1910 ini, akhirnya menyerahkan wewenang untuk membahas tentang Sunan PB X. Sunan PB X, kemudian memilih menikahi putri Sultan HB VII di Yogyakarta, untuk digunakan permaisuri.144


Gusti Raden Ayu (GRA) Mursudarinah

Paku Buwono X Sewaktu lebih Muda



Setelah Rijksraad mendukung rencana lengkap Sunan PB X itu, dan Residen GF. van Wijck menyetujui persetujuan dari Gubernur Jenderal Idenburg, 145 pada tanggal 11 November 1912, Sunan PB X memutuskan untuk berangkat ke Kesultanan Yogyakarta dengan meminang salah satu putri Sultan HB VII. Kedatangan Sunan PB X di kraton ini diambil dengan tembang di antara para putri Yogya, yang dikutip syairnya sebagai berikut:

Ca bawa, thek, thek,
ja miling, thek,
hek Sunan Sala tedhak Nyoja nitih montor,
thek, thek Sing manggihi, thek, thek, thek,
para putra, thek,
thek Jejer wolu bernyanyi dipunghut nomer telu146

Hai kawan Marilah bernyanyi, Jangan Lengah
Sunan Sala nonton Ke Yogya menaiki mobil
Yang menerima Adalah putra
Delapan orangutan berderet, Gunakan nomor Tiga Yang Dibagikan

tembang Yang berbeda adalah keturunan orang putri Sultan HB VII dari Ratu Kencono (muda), dan putri yang nomor tiga adalah Raden Ayu (RA) Mursudarinah. Hal ini merupakan langkah Sultan HB VII untuk merawat kekecewaan Ratu Kencono dan Pangeran Mangkukusumo atas kerusakannya menjadi putra mahkota. Dengan lamaran Sunan Surakarta itu atas putrinya, Ratu Kencono menjadi ibu mertua Sunan PB X, dan hal ini berarti perlu Ratu Kencono agar ada yang salah satu keturunannya menjadi raja, telah terkabul.
Setelah menetapkan calon permaisurinya, Sunan PB X kembali ke Surakarta. Sebagai tindak lanjut, Sultan HB VII melakukan kunjungan balasan ke Surakarta. Anjangsana ini dilakukan pada tanggal 17 Desember 1912 sebagai kesempatan untuk membahas kebijakan perkawinan ini.147

Penyusunan dan penyajian lagu-lagu ini menciptakan kenyamanan keakraban di Kesunanan Surakarta dan Yogyakarta Kesultanan, dan sangat luas di antara masyarakat Jawa. Hal ini terjadi karena zaman Sultan HB II tidak ada lagi hubungan dengan Kesunanan Surakarta.
Dari acara saling terkait ini, maka dibuat perjanjian antara dua raja, yaitu tentang Sunan PB X kembali berkunjung ke Yogyakarta dengan tujuan melamar RA Mursudarinah, pada tanggal 6 Juli 1913, dengan tujuan melamar RA Mursudarinah.149 Dalam acara ini, para kunjungan Belanda dari Surakarta dan Yogyakarta hadir. Menyangkut peristiwa ini, Residen Yogya diinstruksikan oleh pemerintah kolonial di Batavia untuk membuat laporan lengkap dan terperinci tentang apa yang terjadi di Kesultanan Yogyakarta itu.
Agenda selanjutnya adalah menentukan waktu pernikahan. Atas persetujuan kedua raja, ditetapkan tanggal 27 Oktober 1915 sebagai hari pernikahan.150 Pada saat itu juga persetujuan bahwa perkawinan akan dilangsungkan di Kesunanan Surakarta. Hal yang menjadi pertimbangan baru, membahas tentang keputusan Sultan HB VII. Tentu saja dalam upacara Sunan PB X selaku mempelai akan duduk lebih tinggi dari Sultan HB VII. Di samping itu, di muka umum Sunan PB X akan melangsungkan sungkeman di depan

mertuanya, Sultan HB VII, yang pasti akan membutuhkan lebih banyak di antara para bangsawan Surakarta, karena mereka menggunakan raja yang berstatus sama.152
Akhirnya diputuskan oleh Sultan HB VII tidak akan hadir dalam upacara tersebut. Namun sebagai konsekuensinya, mempelai wanita yang telah bergelar Gusti Raden Ayu (GRA) Mursudarinah, tidak akan berstatus sebagai calon istri-istri Sunan PB X sebelumnya.153 Ia masih harus meminta pengaisuri untuk menginstalasi yang pertama kali di Surakarta. Sunan PB X menerima persyaratan itu, dibuat sehari-hari sebelumnya, kompilasi akad nikah dilangsungkan di kraton Surakarta, yaitu tanggal 27 Oktober 1915 pukul 9 pagi, mempelai wanita masih berada di Yogyakarta. Baru pada siang hari, dengan menggunakan kereta api, mempelai wanita langsung berangkat menuju Surakarta - dan bersama-sama rombongan yang mewakili Sultan HB VII - tiba di stasiun Balapan.154 Dengan diundang oleh rombongan pimpinan Kesunanan, mereka langsung diantar ke kraton untuk melangsungkan upacara pernikahan tersebut. 155 Pada saat pesta sedang berlangsung, diumumkan bahwa GRA Mursudarinah kini bergelar Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas dan 
ada saat pesta itu berlangsung, diumumkan bahwa GRA Mursudarinah kini bergelar Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas dan

Sunan PB X, yang akan turun pewaris tahta.156
Setelah proses perkawinan berlangsung, pengaruh dari film ini menjadi sangat besar, diperuntukkan bagi para pemimpin pribumi Jawa.157 Sekarang di Kesultanan Yogyakarta dan Kesunanan Surakarta telah terjalin hubungan kekerabatan, yang sebelumnya telah dilakukan oleh Kadipaten Pakualaman dan Kesultanan Yogyakarta. Begitu juga telah terjalin hubungan kekerabatan antara Kadipaten Mangkunegaran dan Kesunanan Surakarta. Kadipaten Mangkunegaran dan Kesultanan Yogyakarta, yang telah terputus sejak pemerintahan raja-raja pertama mereka.158
Pada saat pernikahan Sunan PB X dan Ratu Hemas dilanjutkan, Mangkunegoro (MN) VI tidak menghadirinya dengan alasan yang aman. Setahun kemudian MN VI digantikan oleh Mangkunegoro (MN) VII. Penguasa baru ini melihat peta politik di antara para penguasa Jawa dan meminta dia harus mengambil langkah-langkah strategis untuk memperkuat posisinya. Langkah ini kemudian diwujudkan dengan rencana mengambil putri dari Kesultanan Yogyakarta dan diambil permaisuri. MN VII menyampaikan maksud ini melalui pembicaraannya kepada Sultan HB VII. Seperti mengundang kompilasi Sunan PB menyampaikan niatnya untuk melamar putrinya, Sultan HB VII memberikan kesempatan kembali kepada Ratu Kencono untuk memberikan salah satu putrinya untuk MN VII. Menerima permintaan Sultan ini, Ratu Kencono dengan senang hati menerima diri sendiri untuk melakukan penyambutan bagi calon mantu.
Dalam kunjungan MN VII ke Kesultanan Yogyakarta yang berlangsung pada pertengahan 1918, putri-putri Ratu Kencono menyambutnya. Pilihan

kemudian jatuh pada salah satu adik BRA Mursudarinah, yaitu BRA Mursudariyah. Setelah diterima dari Sultan HB VII dan pemerintah Belanda, lamaran oleh MN VII ke Yogyakarta berlangsung pada bulan Desember 1918. Dalam acara ini, pembicaraan tentang pernikahan mereka juga dibicarakan, yang diselesaikan pada tanggal 24 Maret 1920.159
Pada hari yang telah ditentukan, BRA Mursudariyah berangkat ke Surakarta dan pada tanggal itu turun di stasiun kereta api Purwosari untuk selanjutnya dibawa ke Mangkunegaran. Bentuk prosesi upacara berlangsung seperti yang terjadi pada perkawinan Sunan PB X dan GRA Mursudarinah - yang bergelar GKR Hemas. Setelah menghadiri pernikahan, setelah resmi menghadiri Pura, Mangkunegaran mengumumkan bahwa BRA Mursudariyah menyandang gelar GKR Timur. 160Namun dalam hal ini, acara tidak semeriah perkawinan Sunan PB X. Kondisi kesehatan Sultan HB VII yang semakin rapuh tidak lagi banyak mendukung untuk prosesi pernikahan yang besar-besaran. Selain itu, tantangan politik di kraton Yogya yang kian memanas tentang masa depan pemerintahannya.
Oleh karena itu, perkawinan dua orang putri Yogya dengan para penguasa di Surakarta mempertanyakan politik penting dan perkembangan awal bagi Vorstenlanden, meningkat sejak tahun 1812. Perkawinan yang bernuansa politik ini perlu digunakan tolak dan momentum yang diperlukan untuk kemunculan kembali potensi politik raja-raja Jawa yang pada awal abad 20 semakin redup dengan dominasi kekuatan kolonial. Sementara di luar tembok kraton, tengah naik aktivitas dari para tokoh pribumi terpelajar dalam organisasi massa, yang mulai sadar tentang makna kebebasan dan kemerdekaan.

Friday, 10 November 2017

Sekelumit Tentang Sistrm Pengadilan Masa Kolonial


Politik hukum pemerintahan kolonial Belanda dapat diperlihatkan dalam Pasal 131 Indische Staatsregeling yang menyangkut hukum orang-orang Indonesia. Dalam pasal tersebut diatur bahwa hukum perdata dan dagang serta hukum acara perdata dan pidana harus dimasukkan dalam kitab Undang-Undang. Golongan bangsa Eropa harus menganut perundang-undangan yang berlaku di negeri Belanda, sedangkan golongan bangsa Indonesia dan timur asing dapat dikenakan ketentuan hukum orang Eropa apabila dikehendaki. Pada tahun 1855 sebagian dari kitab Undang-Undang Hukum Perdata telah memuat hukum kekayaan, begitu juga hukum dagang bagi orang-orang Cina. Selanjutnya, pemerintah kolonial Belanda dalam membentuk kitab undang-undang bagi orang Indonesia maka hukum adat selalu menjadi bahan pertimbangan hukum.

Menurut peraturan pemerintah kolonial 1854 dan peraturan Hindia Belanda 1925, bidang hukum dan peradilan Hindia Belanda dibagi atas dua bagian, yaitu pengadilan gubernemen dan pengadilan pribumi. Pengadilan gubernemen dilaksanakan oleh pemerintah kolonial melalui pegawai pemerintahan sesuai dengan aturan hukum, sedangkan pengadilan pribumi dilaksanakan berdasarkan hukum adat yang pada umumnya tidak tertulis.

Pada tahun 1819 didirikan Hoog Gerechtschof (Mahkamah Agung), yang kemudian memiliki kekuasaan untuk mengawasi pengadilan di Jawa. Pada tahun 1869 berdasarkan keputusan raja, para pegawai pamong praja dibebaskan dari pengadilan pribumi. Pada tahun 1918 berlakusistem hukum pidana Kolonial Belanda yang didasarkan pada kitab Undang- Undang untuk pengadilan bagi orang Eropa dan pribumi tidak ada perbedaan hukum.


Thursday, 9 November 2017

William Wallace dan Robert The Bruce, Pahlawan Skotlandia


William Wallace dan Robert The Bruce, sepasang Bravehearth dan Highlander  dari Skotlandia.

Robert the Bruce, yang mengangkat senjata melawan Edward I dan Edward II dari Inggris dan yang mempersatukan Dataran Tinggi dan Dataran Rendah dalam pertempuran sengit untuk kebebasan: dan seorang ksatria dataran rendah sederhana, Sir William Wallace.

Sir William Wallace 1272 - 1305


Wallace membunuh Sheriff Inggris Lanark yang rupanya telah membunuh kekasih Wallace.

Sebuah harga diletakkan di kepalanya, jadi Wallace mengikuti kursus yang berani dan menaikkan Standar Skotlandia. Didukung oleh beberapa baron Skotlandia, dia menimbulkan kekalahan besar dalam bahasa Inggris di Stirling Bridge pada tahun 1297. Skotlandia yang penuh sukacita membuatnya menjadi Pelindung Skotlandia namun kegembiraan mereka berumur pendek.


Wallace kemudian melakukan kesalahan fatal; dia menghadapi Angkatan Darat Inggris yang jumlahnya jauh melebihi jumlah anak buahnya, dan dalam pertempuran yang menegangkan di Falkirk pada tahun 1298, Edward I dari Inggris memusnahkan batalyon Skotlandia dan Wallace menjadi buron selama 7 tahun.

Sementara di Glasgow pada 1305 dia dikhianati dan dibawa ke London di mana dia diadili atas pengkhianatan di Westminster Hall. Dia adalah salah satu yang pertama menderita hukuman gantung yang menggantung, menggambar dan mencatat. Kepalanya 'berduri' di Jembatan London dan fragmen tubuhnya didistribusikan di antara beberapa kota di Skotlandia sebagai peringatan harga pemberontakan yang suram.

Robert the Bruce 1274 - 1329


Robert si Bruce, terinspirasi oleh seekor laba-laba!

Bruce telah memberi penghormatan kepada Edward I dari Inggris dan tidak diketahui mengapa dia mengubah kesetiaannya nanti. Mungkin itu ambisi atau keinginan tulus untuk melihat Skotlandia mandiri.

Pada tahun 1306 di Gereja Greyfriars di Dumfries dia membunuh satu-satunya saingannya yang mungkin untuk takhta, John Comyn, dan dikucilkan atas penghujatan ini. Meski demikian ia dinobatkan sebagai Raja Skotlandia beberapa bulan kemudian.

Robert Bruce dikalahkan dalam dua pertempuran pertamanya melawan Inggris, dan menjadi buronan, diburu oleh teman-teman Comyn dan Inggris. Sementara bersembunyi, sedih, di sebuah ruangan dia dikatakan telah menyaksikan ayunan laba-laba dari satu kasau ke kasa yang lain, dari waktu ke waktu, dalam usaha untuk menyandang jaring itu. Ini gagal enam kali, tapi pada usaha ketujuh, berhasil. Bruce menganggap ini pertanda dan memutuskan untuk terus berjuang.



Kemenangannya yang menentukan atas tentara Edward II di Bannockburn pada tahun 1314 akhirnya memenangkan kebebasan yang telah diusahakannya. Bruce adalah Raja Skotlandia dari tahun 1306 - 1329.

Robert Bruce dimakamkan di Dunfermline Abbey dan pemeran yang diambil dari tengkoraknya dapat dilihat di Scottish National Portrait Gallery.

Urban Clothing

Urban Clothing
Busana Urban Sport